Siapa yang tidak pernah
mendengar atau membaca dan membacakan kisah Pinokio, dongeng legendaris yang
sepertinya sudah tidak asing di telinga anak-anak dan adik-adik kita. Setelah
beranjak dewasa, kisah dongeng terkenal Pinokio dan hidung panjangnya itu masih
juga teringat oleh kita. 😄
Tapi tunggu dulu, tidak banyak
yang mengetahui bahwa cerita dalam dongeng Pinokio tidaklah bagus untuk
diceritkan kepada anak, cucu, maupun bagi adik-adik kecil kita. Loh, kenapa
bisa begitu ya? Dalam tulisan singkat ini, KWANG akan menguraikan resiko
dibalik pesan “kurang bermoril” kisah Pinokio. Yuk kita simak bareng-bareng. 😁
Sebagaimana cerita dalam
dongeng Pinokio, pada mulanya Pinokio, yang dibentuk dari batangan kayu oleh
orangtua angkatnya, mencoba-coba untuk berbohong atau berkata dusta. Lama
kelamaan, jadi keenakan untuk selalu berbohong, yang lama-kelamaan jadi
kebiasaan deh. 😂
Ibu peri kemudian menangkap
basah kebiasaan berbohong Pinokio, dan dengan kesaktiannya membuat hidung
Pinokio menjadi memanjang setiap kali Pinokio melakukan kebohongan atau berkata
bohong. Hidung Pinokio menjadi semakin panjang, dan lebih panjang lagi ketika
Pinokio berbohong dan berbohong. 😅
Lucunya, sekalipun Pinokio
sudah diberitahu dan diberi peringatan oleh Ibu Peri, bahwa hidungnya Pinokio
akan menjadi panjang ketika ia melakukan kebohongan ataupun berkata bohong,
tetap saja si Pinokio dengan badungnya terus berkata bohong, dan sekalipun
hidungnya sudah sedemikian panjang, Pinokio masih saja berbohong. 😇
Sampai disitu, tampaknya tidak
ada masalah dengan pesan moril dibalik dongeng Pinokio dan hidung panjangnya,
padahal banyak juga orang-orang yang ingin memiliki hidung mancung sehingga
melakukan “bedah kosmetik”. Bahkan, konon, setiap gadis di Korea Selatan
memiliki impian untuk melakukan “bedah kosmetik”, sekalipun wajah mereka
sebenarnya sudah cantik dan hidung mereka tidak “pesek-pesek” amat. 😈
Akan menjadi cukup berbahaya,
ketika anak-anak yang dulu pernah diceritakan kisah Pinokio, mulai beranjak
dewasa. Mereka menemukan, bahwa diri dan hidung mereka tidak bertambah panjang
ketika mereka (dimulai) dengan iseng-iseng melakukan kebohongan atau berkata
bohong. 😉
Karena tidak ada hukuman,
karena mereka pandai melakukan kebohongan sehingga tidak diketahui oleh
orangtuanya ataupun oleh orang lain, maka mereka mulai melakukan eksperimen
dengan berbohong lebih banyak lagi, sampai akhirnya menjadi suatu kebiasaan
atau “habits”. Ketika sudah menjadi
kebiasaan, maka perilaku tersebut melekat sebagai bagian dari karakternya.
Bahkan, mereka merasa berbohong
demikian menguntungkan baginya, alih-alih menderita rugi seperti hidung yang
panjang. Kita tahu, manusia gemar “menipu dirinya sendiri”, dengan berkata
bahwa hidung mereka tidak bertambah panjang ketika melakukan kebohongan,
berarti perbuatan mereka tersebut “tidak salah-salah amat”, sehingga boleh
tetap diteruskan. Teruskan berbohong, kata mereka dalam hati.
Sama seperti ketika seseorang
melakukan korupsi, sekali dua kali tidak ketahuan polisi, lalu jadilah sebentuk
kebiasaan atau pola pikir dan tindak-tanduk yang senantiasa korup. Karena tidak
tertangkap ataupun juga hidungnya tidak bertambah mancung, para koruptor
tersebut berpikir bahwa perilaku mereka tidak ada yang salah, “semua baik-baik
dan fine-fine saja”, begitu pikir
mereka (berasumsi).
Ajahn Brahm pernah memberi
nasehat kepada kita, entah itu “white lie”
(kebohongan “putih”) ataupun “black lie”
(kebohongan “hitam”), adalah sama-sama sebentuk sikap bohong yang patut dicela
oleh para bijaksana. Pertama-tama dimulai dari suatu “white lie”, lalu berlanjut pada “grey lie”, dan lama-kelamaan akan menjelma juga menjadi “black lie” juga. Hanya soal waktu.
Jika masih ada di antara kita
yang masih berpikir bahwa kita butuh sosok seperti si Ibu Peri, maka sebaiknya
kita renungkan kembali, dan mulai berpikir bahwa diri kita yang seharusnya
menjadi pengawas perilaku sendiri, sehingga sekalipun tidak diawasi dan tiadk
diketahui oleh orang lain, kita akan merasa malu dan takut untuk berkata bohong,
sehingga kita akan menegur diri kita ketika hendak berkata bohong.
Kebohongan itu seperti “candu”,
ia membuat seseorang merasa ketagihan untuk kembali berkata bohong, dengan
berpikir bahwa kebohongan bisa “menyelesaikan masalah”, tanpa mau mengakui
bahwa ucapannya penuh dengan ketidakjujuran dan dusta yang dapat dicela oleh
para bijaksana.
Ada atau tidak adanya Ibu Peri
yang bisa membuat keajaiban membuat hidung seorang pembohong menjadi panjang
seperti Pinokio, semestinya kita dapat menjadi Ibu Peri bagi diri kita sendiri,
agar perilaku kita tidak merugikan orang lain, terlebih membohongi dan
membodohi orang lain maupun orang-orang terdekat kita sendiri yang seharusnya
diperlakukan secara penuh kejujuran dan keterbukaan, manis ataupun pahit konsekuensinya.
Sementara bagi anak-anak kita, harus diajarkan untuk berani berkata jujur.
Kita selalu menuntut agar orang
lain berkata jujur pada kita, tidak diberi kata-kata bohong, karena tentunya
kita akan merasa dilecehkan dan tidak dihargai bila seseorang berkata dusta
kepada kita. kita mersa punya hak untuk diberitahu kebenaran secara apa adanya,
sejujur-jujurnya, namun mengapa kemudian kita sendiri melakukan perkataan dusta
kepada orang lain, seolah hanya kita sendiri yang punya hak untuk diperlakukan
secara jujur?
Tentu saja, bila Ibu Peri itu
memang ada, bisa membuat orang yang sedang berbohong menjadi panjang dan lebih
panjang lagi hidungnya, maka mungkin dunia ini menjadi tempat yang demikian
damai dan bahagia. Tidak ada lagi orang yang berbohong atau berkata dusta. Dunia
akan penuh dengan kejujuran!
Tetapi kita tidak perlu Ibu
Peri semacam kisah Pinokio. Pertama-tama, kita biasakan agar diri kita untuk
bersikap jujur terhadap diri kita sendiri, tidak boleh membohongi ataupun
mengingkari kata hati nurani kita sendiri.
Berangkat dari sikap jujur pada
diri kita sendiri, barulah kita bisa berkata jujur pada orang lain. Tidaklah mungkin
bukan, kita bisa bersikap jujur dan terbuka kepada orang lain, sementara kita
sendiri terbiasa membohongi dan menipu diri sendiri. Apa yang bisa kita dapatkan dengan bersikap jujur? Kita akan lebih dihormati oleh diri kita sendiri karena kita tahu betul bahwa diri kita adalah orang jujur, diakui ataupun tidak diakui oleh orang lain. Bukankah itu hebar?
Jujurlah pada diri kita sendiri,
bila untuk tampil cantik tidak harus memakai anting emas / intan yang mahal
harganya, cukup anting emas / intan imitasi impor yang cantik, kita bisa tampil
tidak kalah manisnya! 😌
Karena KWANG EARRINGS
adalah teman terbaik mu! 😊
0 comments
Ikuti juga sosial media kami pada business.facebook, dengan akun : "Expat 2 Local Thai" / @guideriana
Rincian layanan JasTip (Jasa Titip) produk Thailand, dapat dilihat pada menu "Jasa Pencarian, Jasa Titip, dan Pengiriman Produk Thailand ke Indonesia".
Rincian layanan Private Tour Guide di Bangkok-Thailand, dapat dilihat pada menu "Private Tour Guide Riana".
NOTE REDAKSI : Seluruh info kontak dalam website ini diperuntukkan khusus untuk tujuan pemesanan dan bagi pengguna jasa layanan yang kami tawarkan dalam website ini. Menghubungi kami diluar peruntukan tersebut, dimaknai sebagai menyalah-gunakan nomor / email kontak kerja profesi kami, tidak akan ditanggapi.
Mohon kesediaan menunggu sejenak bila belum ada tanggapan secara segera, karena faktor kesibukan atau karena lain sebab. Pemesanan akan kami respons sesegera yang kami mampu.
Konsumen / pengguna jasa dapat melakukan pemesanan pada nomor kontak / email yang tercantum dalam menu "HUBUNGI KAMI" atau pada rincian "contact person" di atas, bukan pada kolom komentar pada posting website.
Kami tunggu pesanan teman-teman sekalian dimana pun berada, akan kami kirimkan pesanan Anda dengan hati yang penuh kehangatan untuk Anda atau untuk buah hati dan keluarga yang Anda kasihi.
Salam hangat dari Bangkok, Thailand.
ttd
GUIDE RIANA & REMEMBERTHAI TEAM