By SHIETRA - April 10, 2019
Pernahkah Sobat KWANG mendengar
istiah “mineral konflik” maupun “intan berdarah” (Blood Diamond. Sebagaimana namanya, intan ini telah melahirkan berbagai
pertumpahan darah).
Setelah menyimak ulasan ini,
Sobat KWANG akan memahami bahwa dengan mengenakan perhiasan emas / intan
imitasi, sejatinya sobat telah turut menjaga perdamaian dunia.
Siapa yang akan menyangka,
Kongo yang merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam mineral, salah
satunya ialah komoditas tambang “emas”, telah menjadi faktor pendorong perang
paling mematikan di Kongo. Republik Demokratik Kongo merupakan negara terbesar
ke-2 di Afrika yang berpotensi menjadi salah satu negara terkaya di muka bumi,
sekaligus berpotensi konflik paling berdarah.
Tahun 1966, baik Uganda,
Rwanda, dan 7 negara lainnya, datang menginvasi Kongo untuk mencuri kekayaan
sumber daya alam rakyat Kongo. Emas tersebut menjadi perusak kondisi sosial
ekonomi Negara Kongo, sehingga membuatnya menjadi negara miskin, akibat:
kolonialisme, perbudakan, korupsi, serta perang saudara memperebutkan komoditas
mineral konflik.
Berita seputar “kutukan emas”
bisa kita baca pada “Kekayaan Sumber Daya Alam Kongo, Berkah atau Kutukan?”,
sumber https://tirto.id/kekayaan-sumber-daya-alam-kongo-berkah-atau-kutukan-cFjX,
oleh: Tony Firman, 26 Februari 2018 diakses pada tanggal 10 April 2019:
Praktik-praktik brutal milisi
bersenjata di pertambangan, salah kelola ekonomi, kepemimpinan diktator dan
korupsi melanggengkan krisis kemanusiaan di Kongo.
Benua Afrika kaya dengan
kekayaan alam yang tersebar di 54 negara. Sierra Leone dan Botswana terkenal
akan hasil tambang berlian. Nikel dan uranium yang berlimpah dapat ditemui di
tanah Burundi, aluminium dan gas di Guinea dan Mozambique, lalu emas di Burkina
Faso dan Benin.
Lima dari 30 negara penghasil
minyak terbesar di dunia juga ada di Afrika dan 30 persen dari kandungan sumber
daya mineral yang ada di muka bumi juga ditemukan di benua hitam ini.
Di antara sederet negeri Afrika
yang dikaruniai sumber daya alam berlimpah, Republik Demokratik Kongo sangat
berpotensi menjadi negara terkaya di muka bumi.
Sungai Kongo menyandang
predikat berlapis: terpanjang kedua di Afrika setelah sungai Nil di Mesir,
terbesar kedua di dunia setelah sungai Amazon, dan terdalam di dunia mencapai
lebih dari 220 meter. Ditunjang iklim tropis dan tipikal hutan hujan lebat, rakyat
Kongo seharusnya tidak kekurangan sumber air bersih dan segala aktivitas
kehidupan dasar lainnya.
Selain diberkahi kesuburan,
tanah Kongo juga mengandung banyak sekali kekayaan alam bernilai mahal. Emas
dan koltan yang terkandung dalam komponen sirkuit elektronik telepon genggam
dan komputer salah satunya berasal dari Kongo.
Produksi uranium Kongo juga
tersohor, termasuk yang dipakai untuk meracik bom atom yang meluluh-lantakkan
Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Beberapa produk mineral lainnya seperti
berlian, kobalt, koltan hingga minyak bumi menambah kekayaan tanah yang dulunya
bernama Zaire ini.
Berkat atau Kutukan?
Kekayaan sumber daya alam Kongo
ternyata tak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyatnya. Alih-alih berkubang uang dan hidup mapan, berbagai jenis mineral
berharga ini malah mendatangkan penderitaan berupa kolonialisme dan konflik
bersenjata.
Situasi perebutan sumber daya
alam yang bermula di bawah kolonialisme Belgia, terus berlanjut hingga hari
ini. Berita-berita yang keluar dari Kongo lebih sering menampilkan wajah perang
sipil antara pemerintah dan kelompok bersenjata, kediktatoran hingga korupsi.
Dilansir dari AFP, kobalt
adalah salah satu mineral yang dipakai untuk produk baterai berteknologi
tinggi. Mineral ini tersemat dalam baterai ponsel keluaran iPhone hingga mobil
listrik Tesla.
Dalam dua tahun terakhir,
harganya sudah mencapai 81.500 dolar per ton. Dengan predikat pemasok dua
pertiga kobalt untuk pasar global, para penambang Kongo menjual biji kobalt
berkualitas tinggi hanya sekitar 7.000 dollar per ton. Mereka seperti tak
menyadari betapa harga kobalt tengah meroket.
Praktik penambangan kobalt di
Kongo sering mendapat kritik dari kalangan LSM lantaran melibatkan para pekerja
anak-anak dan dengan kondisi kerja yang berbahaya.
Laporan Amnesty Internasional
pada November 2017 menyebutkan bahwa hampir separuh dari 28 perusahaan besar
dunia termasuk Microsoft, Renault dan Huawei telah gagal membuktikan bahwa
mereka tak meraup keuntungan dari penderitaan para pekerja anak di Kongo.
Laporan Amnesty Internasional
lainnya menyebutkan sekitar 100 ribu sampai 150 ribu orang bekerja di tambang
kobalt Kongo. Jumlah tersebut sudah termasuk anak-anak.
Ada Penambang Anak di Balik
Baterai Alat Elektronik Kita Milisi lokal aktif beroperasi di berbagai lokasi
tambang. Mereka kerap menarik pungutan dari para penambang. Tentara pemerintah
juga melakukan praktik serupa.
Seperti yang dilaporkan BBC,
jika milisi bersenjata ini tak berhasil mengeruk pungutan, mereka akan pindah
ke desa lain, kemudian meneror penduduk setempat, mencuri, memperkosa bahkan
membunuh warganya.
Wilayah Kongo timur adalah
sarang bagi puluhan kelompok milisi yang terus meneror penduduk lokal dan
mengeksploitasi sumber daya mineral sejak 2003.
Pada September 2011, Guardian
melaporkan bahwa para wanita korban pemerkosaan milisi di Kongo timur dipaksa
bekerja untuk menambang emas, koltan, dan timah dalam status sebagai budak.
Awalnya mereka bekerja sebagai
petani lokal yang punya perkebunan di dalam hutan. Tapi sejak semuanya dikuasai oleh milisi, para perempuan ini dipaksa
beralih profesi tanpa dibayar.
Di provinsi North Kivu,
pertambangan koltan kerap dikuasai oleh kelompok milisi yang tak segan
membantai seisi desa apabila keinginannya tak dipenuhi. Kandungan koltan
diperuntukkan bagi pembuatan komponen elektronik seperti kapasitor. Harga
koltan bisa berlipat ganda ketika dibeli oleh pengepul dan dijual ke perusahaan
besar dunia.
Pemerintahan yang Kacau.
Rilis terbaru badan pengungsi
PBB (UNHCR) memperingatkan bahwa Kongo menghadapi bencana kemanusiaan.
Kekerasan antarsuku, bentrokan antara milisi bersenjata dengan tentara
pemerintah, kemunculan kelompok-kelompok bersenjata baru telah memicu
perpindahan massal penduduk Kongo ke negara tetangga.
Di provinsi Tanganyika yang
berpenghuni sekitar tiga juta orang, pertikaian etnis terjadi antara kelompok
Twa, Luba dan berbagai kelompok lainnya. Sekitar 630.000 penduduk terpaksa
mengungsi ke dekat Kalemie, ibukota provinsi.
Mereka menghindari serangan, pembunuhan,
penculikan dan pemerkosaan yang marak di pedesaan. Sudah ada lebih dari 800
kasus pelanggaran HAM sampai dua minggu pertama bulan Februari ini.
Sementara sepanjang tahun 2017
tercatat ada 12.000 kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan. Joseph Kabila,
presiden Kongo yang menjabat sejak 2001 silam, kini sibuk membangun mengkonsolidasikan
kediktatorannya.
Masa jabatan yang sebenarnya
sudah berakhir sejak Desember 2016 lalu, diperpanjang secara sepihak oleh
Kabila. Dilansir dari Reuters, pada Rabu (21/2) aparat keamanan Kongo
membungkam aksi protes dengan membunuh para demonstran.
Kekacauan di Kongo juga
merupakan warisan diktator militer yang pernah memimpin Kongo selama 32 tahun
lamanya (1965-1997). Setelah mengkudeta pemimpin nasionalis sayap kiri Patrice
Lumumba, Mobutu memerintah Kongo secara cara otoriter.
Selama puluhan tahun, ia sukses
menghabisi kelompok-kelompok pemberontak dan membungkam oposisi. Rezim Mobutu
gagal total membangun kondisi ideal untuk pertumbuhan ekonomi Kongo. Ia justru
sibuk mengumpulkan kekayaan pribadi.
Meski telah tumbang 21 tahun
silam, rezim Mobutu mewariskan korupsi, salah kelola ekonomi, dan mundurnya
infrastruktur negara yang menyebabkan Kongo terus terperosok dalam pusaran
konflik.
Kongo diguncang perang sipil
semenjak tahun-tahun teraknir kekuasaan Mobutu. Perang Kongo Pertama
(1996-1997) mengusung agenda pelengseran Mobutu. Disusul serentetan Perang
Kongo Kedua (1998-2003) yang melahirkan konflik Ituri (1999-2007), konflik Kivu
(2004-2013) menurunkan pemberontakan M23 (2012-2013), dan terakhir konflik
Dongo (2009).
Mengapa Afrika Terus Diguncang
Kudeta Militer? Dalam “Natural Resources Conflict in the Democratic Republic of
the Congo: A Question of Governance?” (2011), Clementine Burnley (2011)
menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya alam tetap dipengaruhi oleh
aktor-aktor di panggung politik Kongo, termasuk penguasa.
Pemangku kepentingan yang hadir
dan malah bersikap menghasut dan mencari keuntungan dari masalah-masalah tata
kelola sumber daya alam di Kongo.
Infografik kongo yang kaya.
Namun yang perlu digarisbawahi,
tidak semua kawasan Afrika yang diberi kelimpahan sumber daya alam mengalami
konflik. Dalam buku Natural Resources And Conflict In Africa (2007), Abiodun
Alao membandingkan beberapa negara dengan kekayaan sumber daya alam yang sama
namun jarang dilanda konflik besar dan berkepanjangan.
Rwanda, misalnya, pernah
mengalami pembantaian massal pada 1994 yang dipicu oleh konflik lahan dan
sentimen antar etnis. Namun Gambia, kendati masyarakatnya multi etnis dan
sama-sama kaya sumber daya alam, tak pernah mengalami konflik sedahsyat Rwanda.
Limpahan berlian di Sierra
Leone adalah sumber konflik dan perang. Namun di Botswana, berlian
jadi berkah yang mampu penopang utama stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Contoh-contoh ini menunjukkan
bahwa tak ada korelasi langsung antara sumber daya alam dan konflik.
Suprastruktur dan aktor politik-lah yang menyebabkan konflik.
Menurut Alao menyebut faktor
pemicu konflik sumber daya alam di Afrika adalah distribusi kekayaan yang
timpang, rendahnya upah yang diterima para pekerja lapangan, dan korupsi
aktor-aktor politik setempat.
Kongo yang berpotensi menjadi
negara makmur tampaknya akan terus terlilit pusaran konflik. Sumber daya
alam melimpah justru tidak menjamin kemakmuran dan keadilan dapat terdistribusi
merata di masyarakat.
Penulis: Tony Firman. Editor:
Windu Jusuf.
Sekarang mari kita mengenal
lebih dekat tentang “blood diamond”
yang terkenal itu. “Kisah Berlian Berdarah di Sierra Leone”, sumber: https://tirto.id/kisah-berlian-berdarah-di-sierra-leone-cllk,
oleh: Tony Firman, 23 Maret 2017, diakses pada tanggal 10 April 2019:
Ditemukan bongkahan berlian
besar 706 karat di Kono, Sierra Leone. Berlian di sana kerap membawa petaka
perang sipil.
Di Sierra Leone, seorang Pastor
bernama Emmanuel Momoh dikejutkan dengan penemuan bongkahan berlian besar
berbobot 706 karat di distrik Kono timur, Sierra Leone pada Kamis (16/3/2017).
Setelah menemukan batu Berlian
tersebut, sang pastor kemudian memberikan hasil temuan berharganya kepada
sesepuh Kono. Berlian tersebut kemudian berpindah tangan lagi ke Presiden
Sieera Leone, Ernest Bai Koroma setelah diserahkan oleh Kono.
Seperti dilansir Reuters, sang
presiden mengatakan bahwa dirinya mengucapkan terima kasih kepada kepala
sesepuh Kono yang bertindak sebagai perantara dengan tidak menyelundupkan batu
berlian besar itu ke luar negeri.
Kini, pemerintah Sierra Leone
berencana melelang batu berlian tersebut. “Dia [Koroma] menekankan pentingnya
menjual berlian tersebut segera, agar bisa membagi keuntungan pada penemunya,
juga bagi negara,” kata juru bicara kepresidenan Sierra Leone.
Nilai dari berlian tersebut
belum bisa ditaksir, tapi diperkirakan bisa mencapai jutaan dollar. Sierra
Leone, terutama wilayah timur dan selatan terutama Kono dan Kenema, memang
kaya berlian aluvial dan mudah diakses oleh siapa saja yang punya sekop dan
saringan.
Namun, keberadaan berlian
telah memicu kekacauan pelayanan negara, korupsi, aksi memperkaya diri sendiri,
dan mengabaikan pelayanan publik, bahkan menyokong terselenggaranya perang
saudara selama satu dekade yang berakhir pada tahun 2002.
Istilah “Berlian Berdarah”
disematkan dalam peristiwa perang tersebut lantaran dana penjualan berlian
dibiayai untuk membeli senjata dan saling membunuh.
Langkah sesepuh Kono termasuk
pastor tersebut sebenarnya demi menghindari kemungkinan kekacauan dan konflik
sipil yang diakibatkan berlian.
Awal Mula Penemuan Berlian
Dalam tesis Kadiri Joseph Osikhena dari Vaxjo University yang berjudul The Role
of Diamonds in Sierra Leone History and Conflict, disebut bahwa berlian
ditemukan pertama kali di distrik Kono, sebuah kota kecil di Sierra Leone pada
awal 1930an.
Kala itu, sekelompok tim survei
geologi yang dipimpin oleh N.R Junner dan asistennya J.D. Pollet menemukan
sepotong kristal di dekat aliran sungai Gboraba.
Soal ini kemudian didengar oleh
Inggris yang ketika itu masih menjajah Sierra Leone. Temuan berlian di Kono
disebut-sebut sebagai salah satu jenis berlian berkualitas terbaik di dunia.
Perusahaan tambang Inggris
bernama De Beer yang sebelumnya beroperasi di Ghana kemudian datang ke Sierra
Leone untuk mengurusi segala keperluan dan peralatan pertambangan berlian.
Pada 1935, sebuah perjanjian
yang melibatkan otoritas kolonial Inggris dan De Beer dibuat, sehingga
perusahaan ini punya hak menambang di Sierra Leone selama 99 tahun.
De Beer dikenai pajak
penghasilan sebesar 27 persen dari laba yang berhasil dicapai dan diwajibkan
menyediakan dana pembangunan khusus untuk distrik Kono.
Kelompok lain, termasuk
masyarakat adat setempat selaku pemilik tanah, harus puas dengan kebijakan
perusahaan. Apalagi mereka juga tidak paham atas dampak jangka panjang yang
ditimbulkan oleh pertambangan berlian ini (KERUSAKAN LINGKUNGAN!).
Ketika memasuki tahun 1956,
kenyamanan penguasa tambang berlian De Beer terusik manakala mulai banyak
bermunculan praktik pertambangan ilegal di luar perusahaan besar.
Penghasilan dan produktivitas
tambang De Beer terganggu ketika tercatat di tahun tersebut terdapat hampir
75.000 penambang ilegal di distrik Kono. Polemik ini berlanjut hingga
kemerdekaan Sierra Leone dari tangan Inggris tahun 1961.
Roda-roda pemerintahan banyak
dijalankan dan diambil alih oleh sistem adat setelah sebelumnya berada dalam
kekuasaan kolonial Inggris. Tahun 1980an, hampir semua berlian di negara
tersebut diselundupkan dan diperdagangkan secara ilegal sehingga pendapatannya
dapat langsung diterima utuh di tangan investor swasta.
Hingga saat De Beers akhirnya
ditarik keluar pada tahun 1984, pemerintah Sierra Leone masih kehilangan
kontrol langsung atas daerah pertambangan berlian.
Laporan dari Insight berjudul
"The Heart of the Matter: Sierra Leone, Diamonds and Human Security"
menyebutkan pada periode tersebut perdagangan berlian didominasi oleh para
pedagang dari Lebanon dan Israel, yang punya koneksi langsung ke pasar berlian
internasional.
Kala itu, Joseph Momoh,
Presiden Sierra Leone pengganti Stevens yang mundur pada 1985 telah membuat
beberapa upaya untuk mengurangi penyelundupan dan korupsi di sektor
pertambangan berlian, tapi ketiadaan dukungan kekuatan politik menjadi kendala
penegakan aturan tersebut.
Selama tujuh tahun pemerintahan
Momoh berikutnya, keadaan negara malah semakin memburuk hingga tidak mampu
lagi membayar para pegawai negeri sipil.
Mereka yang putus asa kemudian
menggeledah dan menjarah kantor-kantor pemerintah menjadi pemandangan yang
lazim. Titik terendah terjadi ketika pemerintah tidak sanggup membayar para
guru sekolah dan seketika sistem pendidikan menjadi runtuh.
Puncaknya adalah tahun 1991, ketika Sierra Leone
menduduki peringkat sebagai salah satu negara termiskin di dunia. Ketidakpuasan publik termasuk kepada Presiden Joseph Momoh semakin
meluas hingga terbentuklah kelompok bersenjata berhaluan nasionalis bernama
Front Persatuan Revolusioner yang dipimpin oleh Foday Sankoh.
Infografik Berlian Berdarah.
Meletusnya Perang Sipil Dimulai
pada tanggal 23 Maret 1991, Front Persatuan Revolusioner memulai kampanye
menggulingkan pemerintahan Joseph Momoh dan sekaligus sebagai penanda awal perang
saudara di Siera Leone.
Dalam tahun pertama peperangan,
Front Persatuan Revolusioner menguasai sebagian besar wilayah di timur dan
selatan Sierra Leone, ladang utama penghasil berlian.
Pasukan militer Sierra Leone
bukannya tanpa melawan. Sekira akhir 1993, militer Sierra Leone berhasil
mendorong Front Persatuan Revolusioner kembali ke perbatasan Liberia. Namun,
Front menghantam balik, sehingga peperangan terjadi di antara kedua kubu ini.
Sebuah perusahaan militer
swasta bernama Executive Outcomes yang berbasis di Afrika Selatan diketahui
juga dikerahkan untuk mengusir Front Persatuan Revolusioner pada 1995.
Setahun kemudian, Sierra Leone
menyelenggarakan pemilihan umum dan Front Persatuan Revolusioner mau berdamai
di bawah perjanjian Abidjan Peace Accord. Namun, tidak lama kemudian peperangan
kembali berlangsung.
Sekelompok perwira militer
Sierra Leone yang tidak puas melakukan kudeta pada Mei 1997 dan mendirikan
Dewan Angkatan Bersenjata Revolusioner sebagai pemerintahan baru di negeri
tersebut.
Front Persatuan Revolusioner
kemudian bergabung dengan kelompok perwira militer yang melakukan kudeta.
Keduanya dapat menaklukan kembali Freetown, ibukota Sierra Leone dengan hanya
sedikit perlawanan.
Menurut tulisan Lansana Gabriel
yang berjudul "War and State Collapse: The Case of Sierra Leone"
periode ini dipenuhi penjarahan, pemerkosaan hingga pembunuhan. Para pemimpin
dunia mulai melakukan diplomasi intervensi guna mendorong negosiasi antara
Front Persatuan Revolusioner dengan pemerintah.
Sebuah perjanjian perdamaian
bernama Lomé Peace Accord ditandatangani pada tanggal 27 Maret 1999. Perjanjian
itu menghasilkan pengangkatan Foday Sankoh selaku pemimpin Front Persatuan
Revolusioner sebagai wakil presiden dan menguasai tambang berlian di Sierra
Leone dengan konsekuensi mengakhiri pertempuran dan pelucutan senjata oleh
pasukan perdamaian PBB.
Proses pelucutan berjalan
lambat dan tidak konsisten hingga muncul pemberontakan kembali di Freetown.
Dengan restu mandat dari PBB, operasi militer Inggris dan Guinea memukul mundur
dan mengalahkan Front Persatuan Revolusioner.
Presiden Kabbah pada 18 Januari
2002 kemudian mendeklarasikan berakhirnya perang saudara di Sierra Leone. Selama
perang saudara berlangsung, berlian menjadi aset utama oleh kelompok Front
Persatuan Revolusioner.
Mereka menguasai daerah
pertambangan berlian, dan menjualnya untuk pendanaan perang dan pembelian
berbagai senjata dari negara tetangga seperti Guinea, Liberia dan
bahkan tentara nasional Sierra Leone seperti dipaparkan Ibrahim Abdullah dalam
bukunya berjudul Between Democracy and Terror: The Sierra Leone Civil War.
Tidak heran jika istilah ‘berlian
darah’ juga disematkan dalam kasus ini. Kelompok ini merekrut para
pengungsi dari Liberia yang lari ke perbatasan karena negaranya juga dilanda
perang saudara.
Pengungsi yang rata-rata didominasi
oleh anak-anak ini kemudian diberi senjata dan dipaksa untuk bergabung
bersama Front Persatuan Revolusioner.
Laporan Human Rights Watch
menunjukkan bagaimana anak-anak dan orang dewasa memiliki anggota badan yang
telah dipotong, anak perempuan dan wanita muda dibawa ke kamp para pemberontak
dan mengalami pelecehan seksual.
Pasukan pemerintah dan pasukan
perdamaian pimpinan Nigeria bahkan malah mendukung perang ini meski pada
tingkat yang rendah. Sejak 2000, PBB telah mengambil tindakan dengan melarang
di seluruh dunia untuk menerima berlian dari Sierra Leone.
Dilansir BBC, embargo ini
dimaksudkan untuk menekan perdagangan ilegal ekspor berlian yang selama ini mendanai
pembelian persenjataan untuk perang sipil.
Laporan dari United State
Departemen of Labor menyebut sebanyak 1.270 sekolah dasar hancur selama
berlangsungnya perang sipil, dan menurut Lansana Gbriel telah menelan korban
jiwa antara 50.000 sampai 300.000.
Sebanyak 2.5 juta orang lainnya
mengungsi baik masih di dalam negeri maupun ke luar negeri. Setahun setelah
berakhirnya perang sipil yang berdarah-darah, PBB menghapus larangan ekspor
berlian dari Sierra Leona.
Tahun 2017 ini, International
Monetary Fund memperkirakan ekspor berlian dari Sierra Leone bisa mencapai
US$133 juta, meskipun penyelundupan berlian masih marak terjadi di negara
tersebut.
Perang saudara di Sierra Leone
ini telah menjadi latar dalam berbagai film layar lebar, di antaranya Blood
Diamond pada 2006 yang dibintangi Leonardo Di Caprio, film-film dokumenter yang
turut memenangkan penghargaan seperti Cey Freetown, hingga dibawa ke panggung
musik hip hop oleh Kanye West berjudul "Diamonds from Sierra Leone." Penulis:
Tony Firman. Editor: Maulida Sri Handayani.
National Geographic pernah
melaporkan berita berikut, dalam “Pastikan Perangkat Elektronik Kita Berasal
dari Tambang Bebas Konflik”, 10 Januari 2014, diakses pada tanggal 10 April 2019,
sumber : https://nationalgeographic.grid.id/read/13287321/pastikan-perangkat-elektronik-kita-berasal-dari-tambang-bebas-konflik-1?page=all
:
Kita pernah tergugah soal Blood
Diamond, pertambangan intan yang tak
ubahnya perbudakan di Afrika, yang pernah diangkat ke layar lebar dan menggugah
kesadaran banyak orang akan pentingnya memastikan bahwa perhiasan kita bukan
dihasilkan dengan mengorbankan nyawa penambang.
Walau masalah pertambangan di
Indonesia berbeda dari Afrika, mungkin kita yang merupakan negeri cincin api
kaya tambang bisa mengambil benang merah proses penyelesaian sengketa
pertambangan macam itu.
Pengumuman Intel, bahwa setiap
mikroprosesor yang dikapalkan dihasilkan tanpa sengketa pertambangan di Afrika
menyentak sisi kemanusiaan dan profesional fotografer Marcus Bleasdale. Ia
menghabiskan satu dekade mendokumentasikan kondisi brutal di Republik
Demokratik Kongo (DRC).
Bleasdale membawa masalah ini
ke mata dunia – pekerja, termasuk
anak-anak bekerja keras dalam kondisi brutal di tambang diawasi milisi di Kongo
timur.
Pada Oktober 2013, majalah
National Geographic menerbitkan "The Price of Precious" yang
menampilkan foto bidikan Bleasdale yang mendramatisasi penderitaan orang-orang
yang terjebak di tengah-tengah kekerasan
penambangan liar timah, tungsten karbit, dan emas. Proses ini dijuluki
sengketa pertambangan karena perselisihan yang terus berlangsung antara
komandan militer AD dan kepala milisi untuk penguasaan tambang.
CEO Intel, Brian Krzanich
mengatakan, keputusan perusahaan ini
adalah puncak dari upaya bertahun-tahun
untuk melacak lebih dari 60 smelter, kelompok usaha peleburan tantalum,
tungsten karbit, emas dan timah yang memasok bagi perusahaan. Intel kemudian mengaudit mereka untuk melacak
dari mana mineral itu berasal.
Hasilnya adalah, bahwa
sekarang, semua smelter yang terikat kontrak Intel menggunakan mineral dari
tambang tidak terlibat sengketa di DRC.
Editor : Kahfi Dirga Cahya.
Dengan mengenakan anting /
perhiasan emas / intan imitasi impor, kita bisa tampil tak kalah cantiknya
dengan anting emas / intan asli. Tidak akan ada orang yang saling berebutan
memiliki anting emas / intan imitasi, sehingga bisa mengurangi gejolak sosial.
Bila ada teman kita yang mau
dan meminta, tinggal diberikan, dan beli lagi, karena harganya yang sangat
terjangkau—bahkan dengan uang jajan anak sekolahan pun mampu dijangkau. Soal model
dan desain, anting emas / intan asli cenderung lebih kaku, tidak lucu dan tidak
seunik bebasnya gaya-gaya desain model anting emas / intan imitasi impor KWANG
EARRINGS. 😌
Karena KWANG EARRINGS
adalah teman terbaik mu! 😊
0 comments
Ikuti juga sosial media kami pada business.facebook, dengan akun : "Expat 2 Local Thai" / @guideriana
Rincian layanan JasTip (Jasa Titip) produk Thailand, dapat dilihat pada menu "Jasa Pencarian, Jasa Titip, dan Pengiriman Produk Thailand ke Indonesia".
Rincian layanan Private Tour Guide di Bangkok-Thailand, dapat dilihat pada menu "Private Tour Guide Riana".
NOTE REDAKSI : Seluruh info kontak dalam website ini diperuntukkan khusus untuk tujuan pemesanan dan bagi pengguna jasa layanan yang kami tawarkan dalam website ini. Menghubungi kami diluar peruntukan tersebut, dimaknai sebagai menyalah-gunakan nomor / email kontak kerja profesi kami, tidak akan ditanggapi.
Mohon kesediaan menunggu sejenak bila belum ada tanggapan secara segera, karena faktor kesibukan atau karena lain sebab. Pemesanan akan kami respons sesegera yang kami mampu.
Khusus untuk keperluan pemesanan barang dari Thailand, pemesanan dompet impor souvenir resepsi pertunangan / perkawinan, maupun untuk jasa PRIVATE TOUR GUIDE LEADER FREELANCE RIANA di Thailand, contact person:
- WhatsApp : (Thailand prefiks +66) 977-146-077 [PENTING : Pastikan simbol "+" disertakan sebelum input prefiks "66" dalam daftar nomor kontak pada perangkat seluler penelepon];
- email: guide.riana@gmail.com
- LINE : RIANASHIETRA
Konsumen / pengguna jasa dapat melakukan pemesanan pada nomor kontak / email yang tercantum dalam menu "HUBUNGI KAMI" atau pada rincian "contact person" di atas, bukan pada kolom komentar pada posting website.
Kami tunggu pesanan teman-teman sekalian dimana pun berada, akan kami kirimkan pesanan Anda dengan hati yang penuh kehangatan untuk Anda atau untuk buah hati dan keluarga yang Anda kasihi.
Salam hangat dari Bangkok, Thailand.
ttd
GUIDE RIANA