Sky above,
Earth below,
PEACE within.
Wish our country will always cover with compassion,
kindness, love, and peace.
Bila kita memang menginginkan
perdamaian, maka mengapa orang-orang dewasa di seluruh belahan dunia ini selalu
berperang dan bertempur dengan senjata mematikan hingga senjata pemusnah massal
yang juga mampu meluluh-lantakkan bumi tempat kita hidup ini? Untuk siapa dan
untuk apakah semua peperangan itu? Apakah sesukar itu, hidup damai tanpa saling
mengganggu dan tanpa saling menyakiti satu sama lain?
Mengapa bangsa dan warga negara
dunia ini begitu melekatkanya pada berbagai upaya pengrusakan alam dan
lingkungan hidup, seperti galian pertambangan, kerusakan hutan, hingga
peperangan demi peperangan yang tidak berkesudahan. Benarkah penduduk dunia ini
tidak mengidamkan hidup dalam damai dan memilih hidup dalam penuh ketegangan
dan konflik? Apakah dunia seperti itu yang akan kita wariskan pada generasi
penerus?
Mungkin ilustrasi kisah
berikut, dapat cukup menginspirasi. Untuk itu KWANG kutipkan penggalan kisah
dari seorang Bhikkhu bernama Ajahn Brahm, dalam bukunya Opening the Door of Your Heart (Judul versi Bahasa Indonesia: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya),
Penerjemah : Chuang, Awareness Publication, 2009, Jakarta, sebagai berikut:
Si Cacing dan
Kotoran Kesayangannya
Sebagian orang memang
kelihatannya tidak ingin untuk terbebas dari masalah. Jika memang sedang
tidak punya cukup masalah yang bisa dikhawatirkan, mereka akan menyetel
sinetron televisi untuk mengkhawatirkan persoalan tokoh-tokoh fiksi di dalamnya.
Banyak juga yang merasa bahwa
ketegangan membuat mereka lebih “hidup”; mereka menganggap penderitaan
sebagai hal yang mengasyikkan. Agaknya mereka tidak ingin bahagia,
karena mereka mau-maunya begitu melekat pada beban mereka.
Dua orang biksu merupakan teman
dekat sepanjang hidup mereka. Setelah mereka meninggal, satu terlahir sebagai
dewa di sebuah alam surga yang indah, sementara temannya terlahir sebagai
seekor cacing yang kini berliang di seonggok tahi.
Sang dewa segera merasa
kehilangan kawan lamanya, dan bertanya-tanya di manakah dia terlahir kembali.
Dia tidak bisa menemukannya di alam surga yang ditinggalinya, lalu dia pun
mencari-cari temannya di alam-alam surga yang lain. Temannya tidak ada di sana
pula.
Dengan kekuatan surgawinya,
sang dewa mencari temannya di dunia manusia, namun tidak ketemu juga. Pastilah,
pikirnya membatin, temanku itu tidak akan terlahir di alam hewan, tetapi dia
memeriksa alam hewan juga pada akhirnya, siapa tahu? Masih saja tidak ada
tanda-tanda temannya.
Lalu, berikutnya, sang dewa
mencari ke dunia serangga dan jasad renik, dan, kejutan besar baginya..., dia
menemukan temannya ternyata terlahir kembali sebagai seekor cacing di dalam
seonggok tahi yang menjijjikkan!
Namun karena ikatan
persahabatan mereka yang begitu kuat, sampai-sampai melewati batas kematian, sang
dewa berasa dia harus membebaskan kawan lamanya ini dari kelahirannya yang
mengenaskan tersebut, entah karma apa yang membawanya ke situ.
Sang dewa lalu muncul di depan
onggokan tahi tersebut dan memanggil, “Hei, cacing! Apakah kamu masih ingat
siapa aku? Kita dahulu sama-sama jadi biksu pada kehidupan sebelumnya dan kamu
adalah teman terbaikku saat itu. Aku kini terlahir kembali di alam surga yang
menyenangkan, sementara kamu terlahir di tahi sapi yang menjijikkan ini. Tetapi
jangan khawatir, karena aku akan membawamu ke surga bersamaku. Ayolah, kawan
lama!”
“Tunggu dulu!” sergah si
cacing, sok jual mahal. “Apa sih hebatnya ‘alam surga’ yang kamu ceritakan itu?
Aku sangat bahagia di sini, bersama tahi yang harum, nikmat, dan lezat ini.
Jika tahi ini tidaklah lezat, maka mengapa juga kami, kaum cacing memakannya?!
Terima kasih banyak, aku sudah puas di sini.”
“Kamu tidak mengerti!” kata
sang dewa, tidak mau kalah. Lalu dia melukiskan betapa menyenangkan dan
bahagianya berada di alam surga.
“Apakah di sana ada tahi untuk
dijadikan sarang dan dimakan?” tanya si cacing, langsung to the point.
“Tentu saja tidak ada!” dengus
sang dewa.
“Kalau begitu, aku emoh pergi,”
jawab si cacing dengan nada mantap, teguh, sok sibuk. “Sudah ya!” Dan si cacing
pun betul-betul membenamkan dirinya ke tengah onggokan tahi tersebut tanpa lagi
menghiraukan si dewa.
Sang dewa berpikir, mungkin
kalau si cacing sudah melihat sendiri alam surga itu, barulah dia akan mengerti.
Lalu sang dewa menutup hidungnya dan menjulurkan tangannya ke dalam tahi itu,
mencari-cari si cacing. Begitu ketemu, dia menariknya dengan paksa.
“Hei, jangan ganggu aku!” jerit
si cacing memprotes. “Tolooong, Darurat! Aku diculiiiiik!”
Cacing kecil yang licin itu
menggeliat dan meronta sampai terlepas, lalu kembali menyelam ke dalam onggokan
tahi untuk bersembunyi.
Tidak percaya bahwa sang cacing
memilih seonggok tahi ketimbang surga, sang dewa yang baik hati ini kembali
merogohkan tangannya ke dalam tahi, dapat, dan mencoba menariknya keluar sekali
lagi.
Nyaris bisa dikeluarkan, tetapi
karena si cacing berlumuran lendir dan terus menggeliat membebaskan diri,
akhirnya terlepas lagi untuk kedua kalinya, dan bersembunyi makin dalam lagi di
dalam tahi.
Seratus delapan kali sang dewa
mencoba mengeluarkan cacing malang itu dari onggokan tahinya, namun si cacing
begitu melekat dengan tahi kesayangannya, sehingga dia terus meloloskan
diri!
Akhirnya, sang dewa menyerah
dan kembali ke rumahnya di alam surgawi, meninggalkan si cacing bodoh di dalam
onggokan kotoran kesayangannya.
“There are two
primary choices in life : to accept conditions as they exist, or to accept the
responsibility for changing them.”
(Dennis
Waitley)
Seringkali, kita tidak pernah
dapat memilih kapan dan di negara manakah kita akan terlahir dan tumbuh besar.
Entah di sebuah negara yang damai dan beradab, atau bahkan di sebuah negeri
yang luluh-lantak akibat perang saudara.
Namun, itu semua tidaklah
sepenting bagaimana kita menyikapi kondisi dan situasi diluar diri kita dengan
membuat pengkondisian secara mandiri didalam diri kita sendiri.
Ilustrasi kisah berikut ditulis
oleh Sarah C. Hummell dalam artikel singkatnya dalam buku “Chicken Soup for the Soul :
Kekuatan Berpikir Positif—101 Kisah Inspiratif tentang Mengubah Hidup dengan
Berpikir Positif”, Editor Jack Canfield dkk., versi terjemahan Indonesia
oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan ke-14 November 2018,
dengan cuplikan ispiratif sebagai berikut:
Menjalani Hidup
Impian
“Tak satupun yang dahsyat
yang telah tergapai kecuali oleh mereka yang berani meyakini bahwa sesuatu di
dalam diri mereka lebih kuasa ketimbang situasi di luar sana.” (BRUCE
BARTON)
Di kelas delapan, aku masih
belum bisa membaca. Merangkai kalimat terasa bagaikan pertarungan yang
mustahil. Guru-guruku sudah menyerah, mencoreng namaku sebagai anak yang
keterlaluan bodoh. Aku divonis bahwa ujung-ujungnya aku akan tinggal di dalam
kardus dan makan dari sisa-sisa seumur hidupku. Itulah vonis yang sudah harus
aku cicipi selagi masih muda di umur yang masih sangat belia.
Aku yakin, ini hanya upaya
untuk menakut-nakutiku agar aku mencoba lebih keras lagi, tetapi semua itu
hanya makin memperburuk citra-diriku yang sudah rendah.
Akhirnya, setelah menonton film
tentang seorang bocah lelaki yang kena disleksia, aku pun paham apa yang menimpaku.
Aku ternyata tidaklah seorang diri. Aku sama sekali bukan bodoh. Aku hanya
melihat segala sesuatu secara berbeda dari orang-orang lain kebanyakan.
Yang harus kulakukan adalah
melatih otakku, untuk beradabtasi dengan apa yang kulihat, dengan cara seperti orang-orang
lain di dunia membaca. Aku melihat semua huruf-huruf yang simetris secara
normal tetapi aku melihat seluruh huruf-huruf yang tidak simetris secara
terbalik.
Rasanya seperti menjalani hidup
dimana semua orang tahu tentang kode rahasia, dan kemudian tiba-tiba membayangkan
punya kode sendiri. Perlu bertahun-tahun bagiku untuk membiasakannya. Bahkan kini,
dalam situasi stres yang tinggi, aku masih saja melakukan kesalahan.
Di SMA, aku sudah mulai bekerja
sebagai barista di Clarence Center Coffee Co. Kupikir pekerjaan itu akan
menjadi pekerjaan yang keren dan mudah dilakukan semasa liburan di musim panas.
Ya ampun aku ternyata keliru! Pemiliknya sudah berkeliling dunia mempelajari
kopi, dan dia akan memastikan bahwa pasukan baristanya paham betul produk yang
dijualnya.
Kami dibekali dengan tugas
membaca dan diharapkan lulus tes mingguan untuk bisa bertahan bekerja di sana. Aku
begitu takutnya bahwa guruku benar tentang aku. Aku akan dipecat dari pekerjaan
pertamaku karena kemampuan bacaku yang payah.
Entah bagaimana caranya aku
bisa lulus dari tes yang diujikannya. Membaca tentang kopi tidaklah susah karena
aku tertarik pada topik itu! Beberapa minggu kemudian, aku sadar tinggal
aku saja yang tinggal di sana di antara para pegawainya semula. Untuk sekali
ini aku bisa terampil dalam satu hal. Pada waktu aku sedang mengelap meja pada
suatu hari, tiba-tiba terpikir olehku. “Aku bisa melakukan ini seumur hidupku
dan sudah cukup senang!” begitu kataku membatin dalam hatiku sendiri.
Untuk pertama kalinya dalam
hidup, aku menetapkan target bagi diriku sendiri. aku akan punya warung kopiku sendiri.
kebanyakan orang menertawakan lamunanku itu. Aku sudah biasa ditertawakan,
jadi aku tak perduli. Aku akan berusaha mencapainya dengan mati-matian.
Ketika itu, Internet mulai gampang
diakses oleh publik. Sekarang karena sudah tahu membaca, aku bisa mencari apa
pun yang kuinginkan! Aku bisa merasakan bahwa rasa laparku akan pengetahuan
mulai tumbuh dalam jiwaku, terutama tentang kopi.
Karena sekarang bisa membaca,
aku pun bisa mulai mengambil kuliah! Itu terasa mustahil bagiku sebelumnya. Bidang
apa yang akan kutekuni? Di tahun 1998, jurusan yang paling dekat dengan
pengelolaan coffee shop adalah managemen hotel dan restoran. Aku melamar ke
lima college yang memiliki jurusan itu, dan aku ternyata bisa juga lulus
kelima-limanya yang kulamar!
Sewaktu kuliah di Niagara
University, aku berjumpa dengan bakal calon suamiku yang hebat ini. dia juga
punya mimpi sendiri. dia ingin jadi pemadam kebakaran yang profesional. Dia memahami
minatku dan kami saling dukung satu sama lain dalam mencapai impian kami.
Setiap aku pergi makan atau
minum kopi dengan teman-teman, mereka melihat perhatianku pada detail-detail karena
aku memperhatikan kualitas dan pelayanan yang diberikan. kebanyakan teman
mendorongku untuk menulis, tetapi aku tidak menanggapinya. Membayangkan pekerjaan
menulis serasa mustahil, terutama membayangkan tulisanku diterbitkan!
Pada usia 26 tahun, aku
mendapatkan pekerjaan yang menyenangkan sebagai general manager yang mengelola
properti hotel. Suamiku menjadi pemilik perusahaan keamanan yang bereputasi
baik yang mengkhususkan diri pada sistem pengamanan khusus. Kami memiliki rumah
yang indah, dengan mebel dan peralatan elektronik mutakhir, mengendarai mobil
yang bagus, makan malam di restoran mewah, bepergian ke tempat-tempat eksotik,
dan seluruh tagihan bulanan kami terbayar!
Dengan semua yang kami miliki
itu, kami berdua masih saja merasa tidak puas. Kami menjadi manja. Kami terjebak
dalam gaya hidup yang mengikuti standar-standar orang lain, bukan standar kami
sendiri. Yang paling parah, kami sudah melepaskan mimpi-mimpi kami semula.
Secara spontan, kami pun
melepaskan setiap hal yang kami tahu. Suamiku membuat perubahan drastis,
menjual bisnisnya, dan aku pun mengikuti langkahnya dengan berhenti dari
pekerjaanku, dan kami pindah ke kota lain dalam rangka untuk mengejar mimpi-mimpi
kami, dan mendekatkan kami pada impian-impian kami semula.
Kini, kami adalah pemilik Cafe
Roche Espresso Bar yang bahagia di Winston-Salem, North Carolina. Suamiku
menjadi petugas pemadam kebakaran di bagian Pemadaman Kebakaran paling sibuk di
Departemen Pertahanan.
Setelah bertahun-tahun mencoba
dan tanpa hasil, dalam setahun setelah kami pindah, kami pun dianugerahi dengan
kelahiran anak pertama dan kini sedang menunggu yang kedua. Mimpi kami kini
sudah jadi kenyataan, bukan sekadar mimpi demi impian itu sendiri, dan kami
sudah sangat puas.
Aku diminta menulis di Fresh
Cup Magazine, sebuah terbitan internasional tentang kopi! Kenyataan bahwa aku
kini termasuk salah satu pakar di dalam industri kopi dan tulisanku bisa
diterbitkan di sebuah publikasi internasional, itu benar-benar di luar mimpi-mimpi
terliarku.
“One day, the people who don’t believe in you, will tell everyone how
they met you.”
(Johnny
Depp)
Rasanya tidak pernah ada,
seorang bocah yang bermimpi ketika dewasa akan pergi bertempur dan melukai
orang lain, terlebih merusak bumi ini. Namun, bagai melupakan impian semacam
kecil mereka, kebanyakan orang dewasa menyerah pada dunia yang indah dan damai,
lalu mulai menjadi pragmatis dan justru menentang mimpi dan impian mereka sendiri.
Apakah kita pun meniru jejak
yang sama dengan para pendahulu kita, atau mulai menyadari kembali impian-impian
kita semasa belia dan mewujudkannya? Tidak akan ada yang jatuh begitu saja dari
atas langit, upaya kita sendiri untuk bisa menjadikannya kenyataan. Selamat berjuang
untuk kita semua!
Karena KWANG EARRINGS
adalah teman terbaik mu! 😊
0 comments
Ikuti juga sosial media kami pada business.facebook, dengan akun : "Expat 2 Local Thai" / @guideriana
Rincian layanan JasTip (Jasa Titip) produk Thailand, dapat dilihat pada menu "Jasa Pencarian, Jasa Titip, dan Pengiriman Produk Thailand ke Indonesia".
Rincian layanan Private Tour Guide di Bangkok-Thailand, dapat dilihat pada menu "Private Tour Guide Riana".
NOTE REDAKSI : Seluruh info kontak dalam website ini diperuntukkan khusus untuk tujuan pemesanan dan bagi pengguna jasa layanan yang kami tawarkan dalam website ini. Menghubungi kami diluar peruntukan tersebut, dimaknai sebagai menyalah-gunakan nomor / email kontak kerja profesi kami, tidak akan ditanggapi.
Mohon kesediaan menunggu sejenak bila belum ada tanggapan secara segera, karena faktor kesibukan atau karena lain sebab. Pemesanan akan kami respons sesegera yang kami mampu.
Konsumen / pengguna jasa dapat melakukan pemesanan pada nomor kontak / email yang tercantum dalam menu "HUBUNGI KAMI" atau pada rincian "contact person" di atas, bukan pada kolom komentar pada posting website.
Kami tunggu pesanan teman-teman sekalian dimana pun berada, akan kami kirimkan pesanan Anda dengan hati yang penuh kehangatan untuk Anda atau untuk buah hati dan keluarga yang Anda kasihi.
Salam hangat dari Bangkok, Thailand.
ttd
GUIDE RIANA & REMEMBERTHAI TEAM