Pepatah menyebutkan, “malu
bertanya, sesat di jalan.” Namun mengapa, acapkali kita justru menjadi “tersesat”
setelah bertanya? Masalahnya, apakah kita telah bernyata kepada orang yang
tepat? Sehingga, pertanyaan yang paling relevan mungkin bukanlah lagi : “Sudah
bertanya ataukah belum?” namun menjadi, “Bertanya kepada siapa?”
Suatu ketika bermula saat KWANG
hendak membuat anak kunci duplikat, agar tidak khawatir sewaktu-waktu anak
kunci mengalami kerusakan saat mengunci pintu rumah saat ditinggal perlu keluar
rumah bila sedang ada urusan di luar rumah. Lebih mengerikan lagi jika anak kuncinya rusak
sehingga kita tidak bisa memasuki rumah kita sendiri, sehingga karenanya penting
untuk memiliki anak kunci duplikat dapat sewaktu-waktu dipakai sebagai cadangan
dikala darurat.
Maka KWANG menempuh perjalanan
untuk mencari tukang / ahli kunci, alias pembuat anak kunci duplikat. Setelah berjalan
jauh, KWANG tidak lagi melihat kios tempat pembuatan anak kunci duplikat yang
dahulu kala sepertinya pernah KWANG lihat, yang sepertinya dahulu pernah ada di
daerah yang KWANG sering melintas—ternyata benar ya, kita tidak akan benar-benar
menyimak tatkala sedang tidak merasa sedang membutuhkan.
Agar tidak kecewa setelah
berjalan jauh, maka KWANG mencoba menanyakan informasi pada salah seorang warga
setempat, apakah ada ahli pembuat duplikat anak kunci di daerah tersebut? Dijawab
“Tidak”, “Tidak ada?”, “Tidak.”
KWANG melangkah untuk pulang kembali
ke kediaman, dengan sedikit kecewa. Namun setelah beberapa jauh, KWANG kembali
mencoba bertanya, kali ini dengan salah seorang warga lainnya. Namun, sangat
bertolak-belakang kepada warga sebelumnya, warga yang kali ini KWANG mohon
bantuan informasi sangat ramah dan menjelaskan sangat detail dan sangat
menolong memberikan informasi kepada KWANG.
Sang warga bahkan
menjelaskannya hingga sebanyak dua kali, arah dimana terdapat tempat pembuatan
kunci duplikat, tanpa KWANG minta, bahkan menjelaskan pula dimana lokasi alternatif
lainnya tak jauh dari sana yang menyediakan jasa pembuatan duplikat anak kunci.
Dan benarlah informasi dari
sang warga baik hati tersebut, KWANG tidak sia-sia berjalan jauh, dan menemukan
tempat pembuatan duplikat anak kunci, sebagaimana petunjuk sang warga yang baik
hati tersebut.
Ternyata, pelajaran yang dapat
KWANG petik pada hari tersebut, bukanlah persoalan malu atau tidak malu untuk
bertanya, namun bertanyalah pada orang yang tepat.
Sama halnya saat kini tatkala
kita dibanjiri arus informasi yang mengalir deras lewat media konvensional
maupun digital “online”. Bukanlah lagi relevan untuk membuat kriteria, seberapa
banyak informasi yang kita dapatkan dan himpun, namun seberapa akurat informasi
yang kita dapatkan, dan darimanakah sumber informasi tersebut, dapatkah
dipercaya ataukah tidaknya? Jangan-jangan sebagian besar diantaranya hanyalah hoax
yang direproduksi pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab, sehingga kita pun
jangan turut mereproduksinya—dengan terlebih dahulu mengecek akurasinya.
Begitupula ketika kita hendak
berguru. Bergurulah pada guru yang tepat. Sama seperti berkawan, kawan maupun
guru yang tidak baik, dapat membuat kita “kehilangan arah” dan “kehilangan jati
diri”. Sebaliknya, guru dan teman yang baik, dapat menolong dan membukakan mata
kita dari jalan yang hendak kita tempuh.
Orang-orang yang selalu
membenarkan perilaku kita, pastilah bukan orang yang benar, karena sama ekstrimnya
dengan orang-orang yang selalu mencela dan mematahkan semangat kita. Kawan dan
guru yang baik, akan menegur dan memberi kita peringatan ketika kita berbuat
keliru, bukan sebaliknya, senang melihat kita berbuat jahat dan keburukan.
Bila kita memiliki karakter
pembelajar yang bukan termasuk orang-orang yang yang memiliki intelektual “jenius”,
maka dibimbing dan diajarkan oleh guru yang “jenis” akan membuat kita terlihat
bodoh, makin rendah diri, dan akhirnya memarahi diri sendiri—disamping makin
bingung dibuatnya.
Orang-orang dan guru yang “jenius”,
kadang kala meremehkan segala sesuatunya, dengan menganggap segala sesuatunya
adalah mudah untuk dipahami, dipelajari, dan dipecahkan—meski sama sekali tidak
bagi orang-orang berkecerdasan “rata-rata”.
Karenanya, orang-orang yang “jenius”
akan sukar sekali memahami keterbatasan orang-orang dengan kecerdasan “rata-rata”.
Maka, yang tepat untuk direkomendasikan ialah, carilah teman belajar untuk
bertanya atau guru yang bertipe “pekerja keras”, agar mereka pun mampu memahami
kesukaran yang kita hadapi. Lihat, kadang kala orang-orang jenius tidak mampu memecahkan
masalah sederhana semacam contoh tersebut.
Prinsip sebaliknya juga
berlaku, sebagai contoh, menjadi orang baik itu baik adanya. Namun, ada kalanya
kita harus bersikap cermat serta cerdas. Pernahkah Sobat memerhatikan, menjadi
orang yang hanya diam ketika diperlakukan seperti apapun, akan cenderung
menjadi sasaran empuk objek bully
oleh orang-orang yang tidak mampu menghargai harkat dan martabat orang lain.
Mungkin kita berpikir dan
berasumsi, sepanjang kita tidak pernah mengganggu dan merugikan orang lain,
maka orang lain tidak akan menganggu ataupun menyakiti diri kita. Namun, pernahkan
realita kehidupan sosial kita berjalan dengan logika yang logis demikian? Sayangnya,
sekaligus kabar buruknya, dunia orang-orang yang penuh kekotoran batin di
hatinya, bekerja dengan prinsip sebaliknya, yang kuat memakan yang lemah,
menjadi lemah artinya siap-siap akan dimakan oleh yang kuat. Sama sekali tidak
logis, bahkan yang berjalan secara melawan arah (berjalan di sisi sebelah
kanan) akan marah ketika ditegur pejalan kaki yang berjalan pada sisi sebelah
kiri ketika saling berpapasan.
Ada kalanya kita harus bersikap
rasional, dengan menjaga diri dengan baik-baik, tidak melulu “positive thinking” terhadap setiap orang
yang kita jumpai. KWANG pernah memberikan donasi dalam jumlah yang besar kepada
seseorang yang mengaku sedang mengidab penyakit dan butuh berobat, sederhananya
minta biaya berobat. Ternyata, setelah diberikan, justru dipakai olehnya untuk
memakai barang madat. Berdana yang bijak, harus terlebih dahulu melihat sosok
yang akan kita berikan dana.
Ada banyak cara berbuat baik,
dan ada “seni” tersendiri untuk menjadi orang baik. Sehingga, kreativitas
diperlukan bagi orang-orang yang mampu bersikap bijaksana. Singkat kata, jadilah
orang baik dengan cara-cara yang cerdas. Bila dalam Buddhisme, ada semboyan
sebagai berikut: “Berbuat baik
artinya, tidak menyakiti diri sendiri, dan juga tidak menyakiti orang lain.”
Menjadi keras dan tegas,
mungkin tampak kejam, tidak lembut. Namun, ketika kita menjadi seorang guru,
ada kalanya seorang guru harus bersikap tegas dan keras kepada murid-murid yang
memang perlu “dikerasi”, salah satunya murid-murid bertipe “phlegmatis”. Sebaliknya,
bersikap keras terhadap anak-anak bermental “koleris”, sama artinya menebar
peperangan mengingat anak bertipe “koleris” sukar dikoreksi watak dan
perilakunya, sehingga pendekatannya pun agak berbeda dari murid kebanyakan, tidak
bisa “dikerasi”.
Ada saatnya untuk bekerja
keras, ada saatnya untuk menenangkan diri. Ada saatnya berpikir, ada saatnya
bergerak. Tidak ada rumusan baku untuk segala hal dan setiap situasinya. Menjadi
bijaksana artinya, tepat menggunakan cara, tepat pada waktunya, dan tepat pada orangnya.
Sebagai contoh penutup,
tentunya banyak kita dengar “rumor”, bahwa mengkonsumsi gula batu sebagai
pengganti alternatif dari gula pasir, dianggap sebagian kalangan kita sebagai
lebih aman dan lebih sehat. Pastinya kita pernah mendengar cerita demikian dari
mulut ke mulut. Masalahnya, mulut siapa yang pertama kalinya berkata seperti
itu?
Namun, tahukan Sobat, setelah
KWANG melakukan penelurusan, ternyata gula batu berbahan dasar terbuat dari
gula pasir yang digodok dalam kuali besar dengan air yang keruh, lalu diproses
secara TIDAK HIGIENIS.
Jika gula batu ternyata dibuat
dengan bahan dasar dari gula pasir, bahkan dengan proses yang sangat TIDAK
HIGIENIS, maka dimana letak lebih sehatnya gula batu ketimbang gula pasir?
Bahkan proses pemanasannya jauh
lebih panjang rantai prosesnya ketimbang gula pasir, ditambah cara pembuatannya
yang TIDAK HIGIENIS, maka alih-alih mengharap sehat dengan mengkonsumsi gula batu,
yang terjadi kemudian ialah berbuah petaka. Informasi, bisa jadi menolong bisa
jadi juga berbahaya, terutama informasi yang tidak jelas sumber rujukannya.
Karena KWANG EARRINGS
adalah teman terbaik mu! 😊
0 comments
Ikuti juga sosial media kami pada business.facebook, dengan akun : "Expat 2 Local Thai" / @guideriana
Rincian layanan JasTip (Jasa Titip) produk Thailand, dapat dilihat pada menu "Jasa Pencarian, Jasa Titip, dan Pengiriman Produk Thailand ke Indonesia".
Rincian layanan Private Tour Guide di Bangkok-Thailand, dapat dilihat pada menu "Private Tour Guide Riana".
NOTE REDAKSI : Seluruh info kontak dalam website ini diperuntukkan khusus untuk tujuan pemesanan dan bagi pengguna jasa layanan yang kami tawarkan dalam website ini. Menghubungi kami diluar peruntukan tersebut, dimaknai sebagai menyalah-gunakan nomor / email kontak kerja profesi kami, tidak akan ditanggapi.
Mohon kesediaan menunggu sejenak bila belum ada tanggapan secara segera, karena faktor kesibukan atau karena lain sebab. Pemesanan akan kami respons sesegera yang kami mampu.
Konsumen / pengguna jasa dapat melakukan pemesanan pada nomor kontak / email yang tercantum dalam menu "HUBUNGI KAMI" atau pada rincian "contact person" di atas, bukan pada kolom komentar pada posting website.
Kami tunggu pesanan teman-teman sekalian dimana pun berada, akan kami kirimkan pesanan Anda dengan hati yang penuh kehangatan untuk Anda atau untuk buah hati dan keluarga yang Anda kasihi.
Salam hangat dari Bangkok, Thailand.
ttd
GUIDE RIANA & REMEMBERTHAI TEAM