Sebetulnya, apakah meminta maaf
adalah sebuah “hak”? Atau, pertanyaan variasi lainnya sebagai, apakah setiap
orang punya yang namanya “hak” untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan
terhadap orang lain?
Meminta maaf kepada siapakah? Meminta
maaf kepada orang lain yang menjadi korban tersakiti oleh perbuatan kita,
ataukah meminta maaf kepada diri kita sendiri? Manakah juga yang lebih penting,
meminta maaf kepada korban atakah meminta maaf kepada diri kita sendiri karena telah
melakukan karma buruk yang patut disesali?
Sebagaimana kita ketahui, melakukan
sebuah kesalahan adalah hal yang manusiawi. Kesalahan itu sendiri, dapat berupa
kesengajaan atau mungkin juga hanya sebatas kelalaian belaka (alias tidak
disengaja).
Maka, mungkin pertanyaan yang paling
relevan ialah permintaan maaf lebih tepat ditujukan bagi perbuatan yang
dilakukan secara “lalai” (kecerobohan, kelupaan, ketidak-hadiran,
ketidak-telitian, atau istilah lainnya), ataukah juga layak ditujukan bagi perbuatan-perbuatan
yang sifatnya “disengaja” oleh pelakunya?
Tentu saja, sengaja melakukan
sesuatu oleh si pembuatnya, berarti ia menginginkan perbuatan itu dilakukan dan
juga menginginkan akibat dari perbuatannya tersebut. Perbuatan dan akibat, aksi
dan reaksi, sejatinya adalah satu paket alias satu-kesatuan yang tidak dapat
terpisahkan. Menginginkan aksi artinya disaat bersamaan dirinya menghendaki
pula reaksinya.
Maka, ketika seseorang
sejatinya telah dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang merugikan atau
melukai orang lain, senyatanya ia menyadari betul perbuatannya, sehingga
permintaan maaf tidak lagi menjadi “hak” baginya untuk melancarkan aksi “cuci
tangan” terlebih sebagai upaya untuk melarikan diri dari tanggung jawab.
KWANG memiliki pandangan, mereka
yang berhak untuk meminta maaf hanyalah orang-orang yang pernah melakukan
kekeliruan akibat “kelalaian”, alias sebatas kesalahan akibat kecerobohan yang
bersangkutan. Derajat kesalahan antara kelalaian dan kesengajaan, bagaikan jarak
antara “langit dan bumi”—sehingga seolah terlampau “mewah” bagi seorang
pelanggar yang melakukan kesalahan secara disengaja untuk mendapatkan “maaf”.
Bagaimana dengan para pelaku
yang melakukan kesalahan secara disengaja, namun kemudian mulai menyadari dan
menyesali perbuatannya yang keliru dikemudian hari? Pepatah mengatakan, “menyesal
selalu datang terlambat”. Namun, mengapa juga menunggu datangnya penyesalan itu
sampai terjadi?
Tidak tertutup kemungkinan,
seseorang barulah akan menyadari kesalahannya dikemudian hari dan bertekad
untuk “bertobat” dan melakukan perubahan pada sikap dan pemikiran dirinya.
KWANG pun pernah melakukan kesalahan serupa, dan sangat menyesalinya beberapa
waktu kemudian.
Namun bagi mereka yang
sebelumnya pernah melakukan kesalahan secara disengaja—meski saat kini telah
menyesalinya—maka yang dapat diupayakan olehnya kepada para korbannya, ialah
mengutarakan isi hati dan pikirannya sebatas kalimat berikut ini : “Terhadap perbuatan saya dahulu kala itu
terhadap Anda, sungguh kini saya sangat menyesalinya, dan saya bertekad untuk
tidak lagi mengulanginya serta melakukan perubahan dan perbaikan terhadap sikap
saya.”
Apa yang telah terjadi, tidak
dapat dikembalikan seperti keadaan semula. Sejarah, tidak dapat dihapus,
sebagaimana pun kita mencoba untuk memungkirinya. Maka, permintaan maaf
sejatinya hanya untuk kepentingan ketenangan batin si pelakunya semata,
sehingga adalah suatu keegoisan bila pelaku mengharap dimaafkan oleh para
korbannya dengan semudah dan “segampang” mengajukan apa yang disebut sebagai permohonan
maaf.
Akan lebih elok dan luhur, bila
seseorang sesegera mungkin menyadari kesalahannya lewat sebentuk self-introspection (introspeksi diri),
dan sesegera mungkin juga segera menghentikannya—sebagai wujud konkret
keseriusan untuk mulai benar-benar menginsafi perbuatannya yang ternyata keliru
dan “bertobat”, dan jika perlu memulihkan segala kerugian-kerugian maupun luka-luka
para korbannya (bertanggung-jawab).
Mereka yang terus melakukan
kesalahan serupa secara berulang kali, atau bahkan menahun sifatnya, maka tiada
lagi berhak memohon permohonan maaf apapun terhadap para korbannya, terlebih
bila dilakukan secara disengaja. Segala jenis derita yang ditanggung para
korbannya, apakah layak seolah dipungkiri dengan semudah melontarkan dua buah
patah kata dari mulut sang pelakunya, “Minta
maaf”?
Mungkin, pertanyaan yang paling
relevan ialah, bila seseorang tidak bersedia untuk bertanggung-jawab,
sementara dirinya hendak meminta maaf atas kesalahan atau kekeliruannya entah
secara disengaja ataupun tidak, maka apakah dirinya benar-benar berhak untuk
memohon permintaan maaf dari para korbannya?
Sekali lagi dan kembali lagi,
sekalipun kita menganggap bahwa semua orang memiliki “hak” untuk meminta maaf,
namun pihak korban juga selalu memiliki hak untuk tidak memberikan maaf, dan
menuntut tanggung jawab dari sang pelakunya, baik bagi pelaku yang melakukan
kekeliruan padanya secara disengaja maupun yang secara tidak disengaja.
Terdapat sebuah pepatah Latin
berbunyi sebagai berikut : “Magna Culpa
Dolus Est, Great Fault (or Gross
Negligence) is Equivalent to Fraud.” Hendaknya bunyi pepatah
latin demikian dapat menjadi pembelajaran bagi kita bersama, agar tidak
selamanya mengandalkan kata “mohon maaf” dengan secara sewenang-wenang melakukan
kesalahan demi kesalahan baru lainnya.
Orang-orang yang bersikap sewenang-wenang,
tidak pernah mau membiasakan dirinya untuk melakukan instrospeksi diri, alhasil
perilakunya senantiasa diwarnai oleh perbuatan-perbuatan yang merugikan ataupun
melukai orang lainnya. Pengendalian diri mereka sangatlah buruk, sehingga tidak
pernah berhak untuk mengandalkan permohonan maaf untuk menutupi segala
perilakunya selama ini.
Alih-alih mengandalkan
permohonan maaf, alangkah lebih indah bila kita berupaya sebaik mungkin
menghindari perbuatan buruk, baik disengaja maupun karena lalai, dan mulai
lebih menaruh perhatian pada kepentingan-kepentingan orang lain selain kepentingan
diri sendiri. Ingatlah, mereka selalu punya hak untuk menolak permintaan maaf
kita, dan mereka pun selalu memiliki hak untuk menuntut tanggung-jawab atas
perbuatan kita terhadap mereka.
Meskipun demikian, seburuk-buruknya
mereka yang melakukan kesalahan berat, alangkah lebih buruk dan menjadi tragedi
satiris ketika seseorang melakukan kesalahan demi kesalahan serupa, dan tanpa
pernah mengakui kesalahannya untuk seumur hidupnya. Orang semacam itu, sungguh-sungguh
tidak tertolong lagi.
Meminta maaf, entah kepada diri
sendiri ataupun kepada orang lain yang selama ini kita sakiti atau rugikan,
sejatinya adalah upaya untuk menolong diri kita sendiri agar terhindar dari
perbuatan buruk serupa. Namun, mereka yang gagal untuk menyesali perbuatan
buruknya, sejatinya sedang menjadi korban dari “musuh terbesar bagi dan dari
dalam dirinya sendiri”.
Jika sebisa mungkin menghindari
kesalahan yang merugikan orang lain, alangkah lebih baik jika kita mencegah
segala perbuatan buruk itu agar tidak pernah sampai benar-benar terjadi
terlebih sampai menimbulkan jatuh korban jiwa.
Jika bisa dicegah, mengapa juga
memilih mengobati dan mengharap dimaafkan? Karena KWANG EARRINGS adalah
teman terbaik mu! 😊
0 comments
Ikuti juga sosial media kami pada business.facebook, dengan akun : "Expat 2 Local Thai" / @guideriana
Rincian layanan JasTip (Jasa Titip) produk Thailand, dapat dilihat pada menu "Jasa Pencarian, Jasa Titip, dan Pengiriman Produk Thailand ke Indonesia".
Rincian layanan Private Tour Guide di Bangkok-Thailand, dapat dilihat pada menu "Private Tour Guide Riana".
NOTE REDAKSI : Seluruh info kontak dalam website ini diperuntukkan khusus untuk tujuan pemesanan dan bagi pengguna jasa layanan yang kami tawarkan dalam website ini. Menghubungi kami diluar peruntukan tersebut, dimaknai sebagai menyalah-gunakan nomor / email kontak kerja profesi kami, tidak akan ditanggapi.
Mohon kesediaan menunggu sejenak bila belum ada tanggapan secara segera, karena faktor kesibukan atau karena lain sebab. Pemesanan akan kami respons sesegera yang kami mampu.
Konsumen / pengguna jasa dapat melakukan pemesanan pada nomor kontak / email yang tercantum dalam menu "HUBUNGI KAMI" atau pada rincian "contact person" di atas, bukan pada kolom komentar pada posting website.
Kami tunggu pesanan teman-teman sekalian dimana pun berada, akan kami kirimkan pesanan Anda dengan hati yang penuh kehangatan untuk Anda atau untuk buah hati dan keluarga yang Anda kasihi.
Salam hangat dari Bangkok, Thailand.
ttd
GUIDE RIANA & REMEMBERTHAI TEAM