Belajar keras untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan
menghadapi era persaingan yang bukan lagi terhadap sesama manusia (angkatan
kerja), namun era digital saat kini sudah menuntut kita untuk mampu bersaing
menghadapi “kecerdasan buatan” (artificial
intelligence) maupun tenaga terampil berupa “robot” yang niscaya kian mengambil-alih
kesibukan maupun pekerjaan pada dunia kerja industri padat karya. Sudah siap, dan sudah mampukan diri kita?
Kedua, setelah belajar keras,
yakni bekerja keras (work hard,
bahkan ada pula film layar kaca beberapa dekade lampau yang cukup termasyur
dengan judul “die hard”). Seolah belum
cukup membuat “derita” dengan perjuangan keras dalam menempuh pendidikan dari
kecil hingga usia dewasa (dengan istilah sebagai “belajar sepanjang hayat”
sebelum pada akhirnya terkubur serta bersama raga kita yang menjadi kompos dan
unsur hara), kita pun disibukkan untuk menjadi seorang pekerja kantoran yang
bekerja dari “pagi ketemu pagi” kembali.
Rasanya, sungguh malang sekali
kita sebagai manusia, seolah hanya dilahirkan dengan kodrat untuk “learn hard”, “work hard”, lalu “die hard”.
Seolah-olah, hidup demikian keras, meletihkan, membosankan, monoton, dan
demikian linear serba “hard, hard, dan hard”. Mendengar itu saja, rasanya sudah seperti mimpi buruk.
Banyak kita dengar dan baca,
para atlet bahkan sudah mulai dipersiapkan dari usia yang sangat amat dini,
yakni dilatih sejak mereka masih berusia sangat muda, yakni antara usia empat
hingga lima tahun. Para pelatih tim nasional berbagai negara menyebutkan, semakin
dini usia para atlet muda dipersiapkan, tingkat atau persentase keberhasilannya
jauh lebih tinggi.
Ketika mereka yang sudah begitu
menderita dalam perjuangan keras penuh keringat dan pengorbanan demikian,
kemudian keluar sebagai jawara dalam suatu games
atau ajang kompetisi, maka bukankah hal tersebut adalah dan menjadi hal yang wajar-wajar
saja?
Sebaliknya, bila yang kemudian
keluar sebagai pemenang ialah peserta yang selama ini bermalas-malasan, maka
hal tersebut menjadi tampak tidak adil bagi para atlet yang selama ini
mempersiapkan diri setiap harinya serta hampir seluruh masa hidupnya untuk
berlatih, berlatih, dan berlatih. Ada kerja keras, ada hasil sebagai reward-nya.
Pepatah sudah lama sekali mengatakan,
“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke
tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” Jika ingin
berhasil dan sukses, maka kita perlu yang tadi itu, “hard, hard, dan hard”.
Akan tetapi, mengapa juga banyak
diantara kita yang sudah belajar demikian keras, hingga bekerja teramat keras, sampai-sampai
tidak punya waktu untuk diri kita sendiri, namun masih belum juga meraih
keberhasilan dan prestasi apapun, atau bahkan hasilnya “begitu-gitu” saja dan
cenderung stagnan?
Nah itu dia yang menjadi
pertanyaan besar yang jarang sekali dibahas oleh para motivator-motivator
ataupun pembicara seminar tentang menjadi seseorang yang sukses dalam karir
maupun dalam prestasi akademik, bisnis, dan prestasi-prestasi lainnya.
Sebetulnya, ada yang namanya “belajar
cerdas” dan “bekerja keras”, disamping belajar keras maupun bekerja
cerdas. Apakah itu yang disebut “belajar cerdas” dan “bekerja keras”? Itulah
tepatnya yang sedang menjadi pokok bahasan kita bersama dalam kesempatan berharga
kali ini.
Yang disebut dengan “belajar
cerdas”, ialah bagaimana kita mengalokasikan sumber daya waktu, tenaga, serta
perhatian kita pada apa yang memang menjadi bakat atau talenta bawaan kita
sejak lahir (namun minat juga dapat ditumbuhkan). Seseorang yang tidak pandai
melukis, maka tidaklah perlu berlatih keras untuk menjadi pelukis yang mahir. Sebaliknya,
yang tidak memiliki kecerdasan tinggi dibilang keterampilan berbahasa, tidak perlu
juga sampai terobsesi menjadi guru bahasa asing, sebagai contohnya.
Fokuslah pada apa yang menjadi
keunggulan atau kelebihan utama kita, dan asahlah dengan sepenuh hati serta
sepenuh jiwa dari apa yang memang sangat kita gemari dan bakati. Yang terpenting,
apa yang menjadi hobi dan kegemaran kita dapat bersifat produktif, bukan
sekadar untuk kesenangan atau pengisi waktu semata. Carilah hobi atau
kegemaran yang produktif, dan tinggalkan segala kebiasaan yang kurang produktif—karena
itu akan menjadi modal penting bagi kita untuk bertumbuh dan berkembang di masa
yang akan datang.
Belajar cerdas artinya kita
tahu dimana letak keunggulan kita dan bagaimana kita bisa menjadi unggul pada
suatu bidang prestasi sebagai visi dan misinya. Belajar cerdas artinya
memiliki target pencapaian yang rasional.
Seekor burung elang, adalah
wajar bila memiliki target latihan mampu terbang setinggi gunung atau terbang menukik
dengan kecepatan secepat tornado. Namun bila itu adalah seekor monyet hendak bercita-cita
dan terobsesi untuk menjadi mahir dalam hal selam-menyelam alih-alih lompat-melompat,
itulah yang disebut sebagai petaka, alias “celaka dua belas”. Bersikaplah
rasional, itu yang disebut sebagai belajar secara cerdas—dimana mula-mula kita
perlu mengenali diri kita sendiri dengan baik terlebih dahulu sembari
menjelajahi kehidupan.
Sekarang, mari kita beralih
pada bahasan perihal “bekerja (secara) cerdas”, alih-alih “bekerja (secara)
keras”. Mereka yang mampu bekerja secara cerdas, akan selalu lebih unggul satu
langkah daripada mereka yang hanya bekerja secara keras. Ingin bukti?
Sebagaimana kita ketahui, warga
atau penduduk di negara-negara tertinggal, seringkali adalah orang-orang yang
tergolong pekerja keras, dari pagi-subuh hingga malam mencangkul tanahnya di
sawah, namun seolah “kutukan”, kehidupan keluarga mereka justru terbelit
kemiskinan dan serba kekurangan, dari generasi ke generasi seolah saling
mewarisi “kutukan” (terbelit kemiskinan) demikian.
Sebaliknya, di negara-negara maju,
wajah kehidupan penduduknya sangat kontras dengan kondisi negara-negara tertinggal.
Apakah seorang manajer pada suatu perkantoran, bekerja secara sekeras seorang
petani yang mencangkul tanahnya di sawah, berpanas-panasan, berterik-terik
hingga kulit terbakar sinar matahari, dan hingga berbau keringat yang mengering
akibat seharian bekerja keras?
Sekali lagi, belajar dan bekerjalah
secara cerdas, bukan secara keras sebagai tumpuan andalan utamanya untuk meraih
prestasi dan suatu pencapaian. Mereka yang bekerja secara cerdas, menggunakan
dan mengandalkan kreativitas serta inovasi guna memudahkan pekerjaannya.
Sebaliknya, mereka yang bekerja
secara keras mengandalkan otot belaka dan semata-mata otot yang suatu saat sudah
pasti justru akan kian melemah dimakan usia dan lekang oleh seiring
bertambahnya waktu (sebagaimana nasib para atlet kita, termasuk para atlet di negara-negara
maju sekalipun, usia produktif mereka yakni pada usia dibawah empat puluh
tahun, sementara umur hidup mereka masih sangat panjang).
Tidak ada yang salah dengan
belajar dan bekerja keras, namun baru menjadi masalah ketika kita belajar
dan bekerja keras bukan pada jalur yang semestinya (ini baru celaka “tiga
belas”). Sebaliknya, belajar dan bekerja secara cerdas pastilah optimal
sifatnya, karena memang sesuai pada bakat, talenta, minat, serta “on the track” sehingga keras atau
tidaknya tidak lagi relevan bagi seorang pembelajar dan pekerja cerdas—karena mereka
memang menyukainya, sehingga tidak dianggap sebagai suatu beban apapun untuk
dilakoni dan ditekuni.
Itulah kunci rahasia sukses,
yang telah KWANG bagikan secara tebuka kepada teman-teman sekalian, yang
mungkin banyak dirahasikan dan ditutup-tutupi oleh mereka yang telah terlebih
dahulu sukses dan meninggalkan kita jauh di depan menapaki puncak keberhasilan
karir mereka. Namun, tiada kata terlambat selagi kita memulai membiasakan diri
untuk belajar cerdas dan bekerja cerdas.
Mengapa mereka yang belajar dan
bekerja secara cerdas, seringkali adalah orang-orang yang tampil penuh percaya
diri dan penuh semangat? Inilah jawabannya, sebagaimana KWANG kutipkan kalimat
bijak berikut di bawah ini:
“Ketakutan selalu muncul dari ketidaktahuan.”
(Ralph Waldo Emerson)
Dengan kata lain, ketidaktahuan
selalu menjadi sumber dari ketakutan. Sebagai manusia, kita kerapkali dirudung
oleh ketakutan kita sendiri, karena memang suatu hal yang sedang kita hadapi
dan kerjakan, masih asing bagi kita. Namun, dengan menjadi terampil
dibidangnya, kita pun menjadi bisa bernafas lebih lega.
Siapa yang paling mengetahui
apa bakat serta minat pribadi diri kita, selain diri kita sendiri? Orangtua
kita boleh saja mempersiapkan kita untuk menjadi terampil dalam banyak bidang. Namun,
tetap saja pada gilirannya kita sendiri yang paling tahu siapa diri kita, dan
apa minat serta arah tujuan kita, sebagaimana kalimat bijak berikut ini yang
juga memiliki pesan yang senada:
“Pemimpin yang paling baik mengumpulkan informasi secara luas,
mendengarkan semua orang, namun menentukan sendiri apa yang menjadi
tindakannya.”
(Edwin Beans)
Mengapa menumbuhkan dan mencari
cita-cita yang kita minati, perlu kita lakukan sedini mungkin? Sebetulnya,
menurut KWANG, bukanlah belajar dan bekerja keras sedari kecil, namun sedari
dini kita perlu membuat cita-cita yang hendak kita capai dan terus mencari tahu
dimana letak talenta kita yang sebenarnya (pertualangan).
Umpama seorang atlet cilik
dilatih menjadi seorang perenang profesional sejak ia berusia kanak-kanak bahkan
ketika masih berusia 4 tahun yang semestinya masih di bangku Taman Kanak-Kanak
dan bermain bersama sahabat-sahabat ciliknya. Namun, ketika ia beranjak sedikit
lebih dewasa, bukanlah tidak mungkin bila dirinya kemudian menemukan bahwa
dirinya tidak benar-benar menyukai olahraga berenang, namun olahraga catur sesuai
bakat dan minat talentanya, sebagai contoh ekstrimnya.
Pepatah lama berikut yang dapat
membuat kita pesimis karena “sudah terlampau terlambat” atau “sudah terlanjur
terlambat”:
“Memulai belajar (keras) sejak kecil seperti memahat di
atas batu, dan baru memulainya sesudah tua seperti menulis di atas permukaan
air ataupun pasir.”
Perlu kita ubah menjadi,
sebagai berikut:
“Memulai belajar (cerdas) sejak kecil seperti memahat di
atas batu, dan baru memulainya sesudah tua seperti menulis di atas permukaan
air ataupun pasir.”
Mereka yang bekerja secara
cerdas, menciptakan robot untuk bekerja bagi mereka. Mereka yang belajar secara
cerdas, menemukan jalan untuk mewujudkan apa yang tidak mungkin menjadi
mungkin. Sementara mereka yang masih bermimpi dan memimpikan kesuksesan dan
hidup gemilang dengan mengandalkan “otot” dan “keringat” semata, akan
tergantikan oleh tenaga robot-robot yang sesaat lagi akan menyisihkan tenaga kerja
manusia tidak terampil.
Selamat datang dalam era
kompetisi baru. Menikmati kemajuan teknologi, selalu ada harga yang harus kita
bayarkan. Bila nenek-moyang dan generasi pendahulu kita belum dapat menikmati
kecanggihan teknologi digital seperti kita dewasa ini, setidaknya mereka tidak
berkompetisi dengan robot.
Kini, kita sebagai generasi
muda, dihadapkan pada pertarungan sengit antara tenaga manusia melawan tenaga
dan otak sebuah robot canggih yang juga cerdas—yang dapat juga disebut sebagai
era penjajahan baru oleh kecanggihan teknologi terhadap peradaban manusia.
Otot seorang manusia memiliki
keterbatasan, namun tidak pada kecerdasan seorang manusia. Investasikan selalu waktu
dan perhatian kita pada belajar cerdas dan bekerja secara cerdas. Begitulah langkah
antisipasi kita untuk bisa bertahan dari kepunahan seperti yang dialami oleh
nasib bangsa dinosaurus semacam T-rex yang ganas, ternyata kalah oleh hewan
yang lebih cerdas sekalipun bertubuh lebih kecil.
Karena KWANG EARRINGS
adalah teman terbaik mu! 😊
0 comments
Ikuti juga sosial media kami pada business.facebook, dengan akun : "Expat 2 Local Thai" / @guideriana
Rincian layanan JasTip (Jasa Titip) produk Thailand, dapat dilihat pada menu "Jasa Pencarian, Jasa Titip, dan Pengiriman Produk Thailand ke Indonesia".
Rincian layanan Private Tour Guide di Bangkok-Thailand, dapat dilihat pada menu "Private Tour Guide Riana".
NOTE REDAKSI : Seluruh info kontak dalam website ini diperuntukkan khusus untuk tujuan pemesanan dan bagi pengguna jasa layanan yang kami tawarkan dalam website ini. Menghubungi kami diluar peruntukan tersebut, dimaknai sebagai menyalah-gunakan nomor / email kontak kerja profesi kami, tidak akan ditanggapi.
Mohon kesediaan menunggu sejenak bila belum ada tanggapan secara segera, karena faktor kesibukan atau karena lain sebab. Pemesanan akan kami respons sesegera yang kami mampu.
Konsumen / pengguna jasa dapat melakukan pemesanan pada nomor kontak / email yang tercantum dalam menu "HUBUNGI KAMI" atau pada rincian "contact person" di atas, bukan pada kolom komentar pada posting website.
Kami tunggu pesanan teman-teman sekalian dimana pun berada, akan kami kirimkan pesanan Anda dengan hati yang penuh kehangatan untuk Anda atau untuk buah hati dan keluarga yang Anda kasihi.
Salam hangat dari Bangkok, Thailand.
ttd
GUIDE RIANA & REMEMBERTHAI TEAM