By SHIETRA - January 19, 2020
Seseorang yang pendiam, dicela sebagai
sombong. Terlampau aktif bersuara, dibilang sebagai banyak bicara dan cerewet. Bagi
seseorang yang lebih pandai mengkritik, apapun bisa dikritik, bahkan yang tidak
perlu dikritik dan tidak ada salah sekalipun tetap saja dikritik. Bahkan,
setubuh mayat yang terbujur kaku masih juga dikritik sebagai berbau busuk yang
menyengat hidung.
Karenanya, kita tidak pernah
perlu terobsesi untuk memuaskan dan menyenangkan semua orang—karena pasti akan
gagal dan membuat frustasi diri kita sendiri. Orang yang baik pada kita, masih
juga dinilai kurang baik karena tidak bisa lebih baik lagi. Yang meraih gelar
juara ke-2, tetap saja dicela sebagai gagal untuk meraih posisi urusan puncak
juara.
Kita cukup bersikap adil dan
menaruh hormat pada diri kita sendiri—dimana selebihnya, terkait komentar dan
kritikan orang lain, bukanlah urusan kita. Biarkan komentar orang lain menjadi
urusan mereka sendiri, kita selalu berhak untuk menghiraukan ataupun tidak
menghiraukannya. Biasanya, mereka yang lebih pandai mengkritik, sangat miskin
pujian dan sangat kikir memuji.
Kucing yang jinak, dikritik
sebagai kucing yang payah karena tidak mampu mengejar seekor tikus. Kucing yang
liar, masih juga dikritik sebagai kucing yang kotor karena memakan tikus yang
jorok. Anjing yang galak masih juga dikritik sebagai berisik, sementara anjing
yang jinak tetap pula dikritik sebagai anjing yang tidak bisa menjaga rumah
dari maling jahat. Serba salah, bukankah begitu?
Orang yang galak dikritik
sebagai orang yang tidak ramah. Sementara orang yang baik hati dan penyabar masih
juga dikritik karena tidak bisa menjaga dirinya sendiri—sifat baik seseorang
selalu mengundang niat buruk “tangan-tangan jahil” milik orang-orang “usil”.
Taman tanpa pohon buah dikritik
sebagia taman yang tidak produktif. Sementara taman yang memiliki pohon buah-buahan
masih juga dikritik sebagai mengundang niat buruk orang-orang yang gemar
mencuri buah-buahan. Ada gula, ada semut—maka si “gula” pun akan dikritik karena
mengundang kehadiran semut-semut. Lucu sekali, bukan?
Gadis yang cantik dikritik
karena mengundang niat jahat pria-pria “hidung belang”. Sementara gadis buruk
rupa dikritik pula karena dianggap “merusak pemandangan”. Namun, apakah artinya
yang kurang cantik harus menjadi “rendah diri” dan kita tidak perlu merepotkan
diri berdandan agar tampak cantik penampilannya? Kita tampil cantik bukan untuk
para pengkritik itu, jadilah cantik setidaknya bagi diri kita sendiri.
Pengkritik atau “tukang kritik”
itu sendiri terbagi menjadi dua jenis kategori, yakni mereka yang hanya pandai
mengkritik orang lain (namun acapkali gagal mengkoreksi dan bercermin atas
perbuatannya sendiri) dan orang-orang yang kerap mengkritik serta menghukum
dirinya sendiri.
Introspeksi diri adalah hal
yang baik, namun ketika menjelma sosok yang kejam bagi diri kita sendiri, maka
pada gilirannya kepercayaan diri kita sendiri bisa tumbang, karena kita menjadi
terasing bagi diri kita sendiri. Sementara kita tahu, suporter terbesar diri
kita ialah diri kita sendiri. Bilamana kita justru meninggalkan dan terasing
dari diri kita sendiri, maka kita bisa menjadi ringkih dan lemah, rapuh ketika
menghadapi dunia luar yang keras ini. Belajarlah untuk setidaknya kita
mengasihi dan mencintai diri kita sendiri, sekalipun orang-orang terdekat kita
seringkali melukai dan tidak menghargai diri kita.
Adapun lawan kata dari
introspeksi diri ialah “pembenaran diri”. Apakah itu “pembenaran diri”?
Singkatnya, pembenaran diri ialah sifat manja seseorang yang selalu bersikap melindungi
diri sendiri secara tidak proporsional juga tidak rasional. Yang bila dimaknai
secara lebih lugas akan tampak dari pendapat berikut:
“Berhati-hatilah dengan percakapan yang kita buat di dalam pikiran kita,
sebab seringkali kita hanya mencari pembenaran diri sendiri, bukan mengoreksi
diri.”
(Anonim)
Sejatinya, mereka yang hanya
lebih pandai mengkritik orang lain, adalah orang-orang yang secara bersamaan
sedang melakukan “pembenaran diri”. Buktinya ialah, dengan melakukan berbagai
kritik terhadap orang lain, si pengkritik bersikap seolah dirinya lebih baik
ketimbang orang-orang yang dikritik olehnya—padahal belum tentu demikian
adanya. Bisa jadi, sang pengkritik lebih tercela perilakunya daripada pihak-pihak
yang pernah dikritik olehnya, hanya saja dirinya pandai menutup rapat perilaku
buruknya yang lebih tercela.
Mengkritik orang lain, bisa
juga menjelma “penghiburan diri secara tidak sehat”. Dengan mengkritik orang
lain, kita membuat seolah-olah diri kita lebih bersih dan lebih “suci”
ketimbang orang lain yang kita kritik habis-habisan—padahal belum itu benar
adanya, alias sifat “munafik”.
Lalu, apakah setiap kritikan
itu, harus kita dengarkan? Ada kalanya perlu, dan adakalanya tidak perlu kita
hiraukan. Tidak selamanya dan tidak semua pengkritik memiliki itikad baik atau
bahkan ternyata memiliki niat buruk terhadap kita lewat kritikan demi kritikan
yang mereka ajukan. Kritik yang tidak konstruktif demikian, itulah yang lebih
lazim dikenal dengan sebutan sebagai perundungan alias “bullying” itu sendiri.
Alih-alih mengkritik, mengapa
juga tidak melakukan nasehat serta menasehati? Kritik, hanya cocok diajukan
terhadap mereka yang hanya mau berliang di “menara gading” yang kokoh, angkuh,
dan sombong. Biasanya berupa kritik terhadap pemerintahan, bisa berupa orasi,
demonstrasi, dan sebagainya. Bisa juga diajukan terhadap warga lainnya yang
bersikap diluar kepatutan, maka layak dicela dan dikritik. Namun untuk orang-orang
terdekat yang kita kasihi dan mengasihi kita (saling mengasihi, bukan timpang sebelah,
asas resiprositas), mengapa juga masih mengkritik?
Kritik, yang dilandasi itikad
kurang baik sang pemberi kritik, bisa menjelma sebentuk penghinaan ataupun
fitnah. Kritik yang tidak berdasar, tanpa dasar, serta tidak relevan, diwarnai
niat buruk, itulah yang lebih tepatnya disebut dengan penghinaan atau bahkan
sebentuk fitnah. Perlukan kita hiraukan, kritik negatif semacam itu? Inilah jawabannya:
“Kita sendiri-lah yang menentukan sikap kita, bukan atasan ataupun
orangtua atau siapa pun. Kita sendiri ini-lah orangnya, penguasa jiwa dan
pikiran kita sendiri.” (Anonim)
Seringkali para pengkritik
menjadikan kritikan sebagai ajang atau kesempatan empuk untuk mencela, alias
kritik sebagai dan untuk kritik “menjatuhkan” itu sendiri. Sebagai contoh,
generasi tua seringkali mengkritik kekurangan dan kelemahan para generasi muda.
Sementara, generasi muda lebih berfokus pada keunggulan, bakat, potensi, serta
kelebihan diri mereka. Siapakah yang benar, dan siapakah yang salah dalam hal
ini?
Pengkritik, seringkali adalah orang-orang
yang gagal untuk puas atas dunia ini, untuk puas terhadap keadaan, dan kurang
puas atas dirinya sendiri. Bayangkan, nenek-moyang kita tidak punya segala
kemewahan yang kini dapat kita miliki dan nikmati, namun ternyata dapat survive dan hidup bahagia dengan segala
keterbatasan yang ada.
Namun demikian tetap saja,
generasi masa kini penuh keluh-kesah, protes, kritik, hingga “merengek” dan
banyak tuntutan yang pada pokoknya ialah “tidak pernah terpuaskan”. Seorang yang
pandai mengkritik, tampaknya perlu mendengar nasehat berikut ini:
“Jadilah orang yang tidak puas untuk mewujudkan sesuatu yang belum ada, tetapi
cukup puas untuk mensyukuri apa yang sudah ada.” (Anonim)
Melarikan diri dari masalah
maupun kritik, tidak akan gamenyelesaikan masalah. Hadapi kritik itu, dengan menghimpun
keberanian, serta bentengi diri lewat sebentuk “self-talk” positif kepada diri kita sendiri. Untuk menjaga diri
kita dari kritik-kritik negatif “menjatuhkan” tidak sehat oleh orang lain demikian,
maka sebagai tips praktis yang bisa KWANG sharing
di sini ialah, sering-seringlah mengatakan kalimat membangun ke dalam diri kita
berikut ini sebagai nasehat pada diri kita sendiri:
“Apa yang dipikirkan maupun kritikan oleh orang lain, itu urusan
mereka sendiri. Urusan saya ialah mengurusi isi pikiran dan urusan saya
sendiri. Selebihnya, biarlah menjadi urusan masing-masing. Kita tidak
pernah ada kewajiban untuk memusingkan apa yang dipikirkan ataupun dikomentari
oleh orang lain, kita terlampau memiliki banyak kesibukan lain daripada
memusingkan isi pikiran atau apa kata orang lain yang ‘kurang kerjaan’ itu.”
Sebuah kritikan, bisa menjadi
sangat negatif (merusak / menjatuhkan) dan berbahaya. Kita, dapat menjadi
trauma dikritik (kritik identik dengan “bully”
itu sendiri) sehingga tidak lagi berani mengambil resiko apapun untuk dikritik
oleh para pengkritik yang sangat buas mengkritik dan mengomentari apapun yang
kita lakukan—seolah dirinya sendiri “kurang kerjaan” (itulah salah satu ciri
orang “kurang kerjaan”, yakni hanya sibuk mengkritik orang lain). Akibatnya,
inilah yang kemudian terjadi pada orang-orang yang kerap menjadi korban
kritikan secara negatif:
“Salah satu alasan orang dewasa berhenti belajar adalah karena mereka
semakin tidak bersedia menghadapi resiko gagal.” (John. W. Gardner)
Bukanlah sebuah “kritik” yang
menumbuhkan kreativitas dan keberanian untuk bertanggung-jawab, justru
sebaliknya mematikan keberanian untuk mengambil resiko untuk melakukan sesuatu
dan kegagalan yang mungkin terjadi. Bagi kita yang mungkin kerap lebih pandai
mengkritik, peribahasa berikut tetap memberikan cerminan untuk kita refleksikan
bersama:
“Laut mana yang tak berombak, bumi mana yang tak ditimpa hujan?
Semua orang pasti pernah berbuat kesalahan.”
Karena KWANG EARRINGS
adalah teman terbaik mu! 😊
0 comments
Ikuti juga sosial media kami pada business.facebook, dengan akun : "Expat 2 Local Thai" / @guideriana
Rincian layanan JasTip (Jasa Titip) produk Thailand, dapat dilihat pada menu "Jasa Pencarian, Jasa Titip, dan Pengiriman Produk Thailand ke Indonesia".
Rincian layanan Private Tour Guide di Bangkok-Thailand, dapat dilihat pada menu "Private Tour Guide Riana".
NOTE REDAKSI : Seluruh info kontak dalam website ini diperuntukkan khusus untuk tujuan pemesanan dan bagi pengguna jasa layanan yang kami tawarkan dalam website ini. Menghubungi kami diluar peruntukan tersebut, dimaknai sebagai menyalah-gunakan nomor / email kontak kerja profesi kami, tidak akan ditanggapi.
Mohon kesediaan menunggu sejenak bila belum ada tanggapan secara segera, karena faktor kesibukan atau karena lain sebab. Pemesanan akan kami respons sesegera yang kami mampu.
Khusus untuk keperluan pemesanan barang dari Thailand, pemesanan dompet impor souvenir resepsi pertunangan / perkawinan, maupun untuk jasa PRIVATE TOUR GUIDE LEADER FREELANCE RIANA di Thailand, contact person:
- WhatsApp : (Thailand prefiks +66) 977-146-077 [PENTING : Pastikan simbol "+" disertakan sebelum input prefiks "66" dalam daftar nomor kontak pada perangkat seluler penelepon];
- email: guide.riana@gmail.com
- LINE : RIANASHIETRA
Konsumen / pengguna jasa dapat melakukan pemesanan pada nomor kontak / email yang tercantum dalam menu "HUBUNGI KAMI" atau pada rincian "contact person" di atas, bukan pada kolom komentar pada posting website.
Kami tunggu pesanan teman-teman sekalian dimana pun berada, akan kami kirimkan pesanan Anda dengan hati yang penuh kehangatan untuk Anda atau untuk buah hati dan keluarga yang Anda kasihi.
Salam hangat dari Bangkok, Thailand.
ttd
GUIDE RIANA