By SHIETRA - June 24, 2020
Bunga, tidak bisa bergerak, namun mampu mengundang lebah dan kupu-kupu untuk datang, itulah kecerdasan yang dimiliki oleh sebuah bunga. Apakah “autis” adalah
kebodohan? Apakah tingkat kecerdasan yang tinggi, artinya selalu jauh dari kata
“autis”? Banyak hal, yang selama ini kita lakukan hingga puluhan tahun lamanya
secara rutin sekalipun, bisa saja kita melakukannya secara keliru tanpa pernah kita
sadari. Contoh, pernahkah Sobat menaruh pakaian yang sehabis di-setrika ke
dalam lemari, dengan kondisi tangan yang lembab atau belum benar-benar kering?
Dulu, KWANG mengira ketika ada
pakaian di dalam tumpukan pada lemari pakaian, berjamur pada beberapa sisi
pakaian tersebut, KWANG mengira bahwa itu terjadi akibat pakaian belum benar-benar
kering ketika dijemur sebelum diangkat dan di-setrika.
Hal demikian berlangsung selama
puluhan tahun lamanya, hingga pada satu hari belum lama ini, barulah KWANG
sadari bahwa letak kesalahannya ada pada KWANG sendiri yang menaruh pakaian
yang telah di-setrika ke dalam lemari pakaian dalam kondisi tangan yang baru
di-lap dan belum benar-benar kering selepas mencuci tangan. Akibatnya, kain
baju meresapi molekul-molekul air dari tangan kita dan terperangkap ke dalam
tumpukan baju, sehingga timbul-lah jamur pada sisi baju yang pernah tersentuh
tangan kita beberapa waktu kemudian di dalam tumpukan baju pada lemari.
Kesalahan ini juga kerap
terjadi ketika kita baru selesai mandi dan hendak mengambil baju dari dalam
lemari pakaian, telapak tangan dan punggung tangan kita bisa jadi belum benar-benar
kering kondisinya, mengakibatkan pakaian kita lembab dan terperangkap dalam tumpukan
lemari pakaian, sebelum kemudian tumbuh jamur putih.
Selalu menjadi topik menarik yang
mengundang rasa penasaran, ketika kita mengupas kajian hasil penelitian
mengenai kode genetik manusia. Sedikit banyaknya, determinasi makhluk hidup
atas genetik dalam dirinya, memang perlu kita akui kebenarannya. Semisal virus,
dapat kita ciptakan dengan cara replikasi bahan-bahan penyusun genetik virus
lainnya, sehingga sangat serupa sekali dengan sebuah program komputer, komputer
kita dapat “hidup” setelah di-instal aplikasi ke dalamnya.
Begitupula “pangan hibrida”
alias benih pangan hasil rekayasa genetik, para ilmuan dapat menciptakan pangan
jenis baru dengan sifat-sifat yang disesuaikan dengan genetik yang hendak
disusupkan ke dalam pangan dimaksud, maka pangan tersebut akan memiliki
karakter sebagaimana dikehendaki para ilmuan genetik—terlepas dari etika
keilmuan apakah hal demikian berbahaya atau tidak, atau apakah mengandung
muatan pelanggaran terhadap moralitas hukum alam atas suatu rekayasa genetik.
Kini, KWANG hendak membahas
hubungan antara “autis” dan “gen kecerdasan”, apakah relasi diantara keduanya?
Disebutkan, kebanyakan orang dengan gejala autisme cenderung memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi. CNN menuliskan, autisme dan kecerdasan apakah dua hal
yang saling terpisahkan? Siapa sangka, ternyata keduanya saling terkait erat satu
sama lain. Kebanyakan orang dengan gejala autisme memiliki tingkat kecerdasan
yang tergolong tinggi.
Autisme merupakan sebuah
spektrum yang menggambarkan beragam jenis gangguan perkembangan pada otak. Umumnya,
para pengidap autisme mengalami gejala seperti kesulitan berkomunikasi,
berinteraksi secara sosial, mengungkapkan emosi dan perasaan, serta memahami
keadaan lingkungan sekitar.
Namun, gejala-gejala itu seolah
lenyap kala orang-orang autisme justru memperlihatkan kelebihannya dengan label
genius yang diberikan oleh publik. Sebut saja Albert Einstein, Sir Isaac
Newton, dan Mozart.
Sebuah studi berjudul "Autism and Genius: Is There a Link? The
Involvement of Central Brain Loops and Hypotheses for Functional Testing",
melaporkan bahwa autisme melibatkan perubahan dalam proses otak yang mendasar,
termasuk organisasi sirkuit jangka pendek maupun panjang dan kemungkinan
sinkronisasi aktivitas.
"Perubahan ini memengaruhi representasi internal dunia dan koherensinya,
yang mengarah pada deteksi cara belajar yang abnormal dan cara mengalihkan
perhatian," tulis peneliti dalam makalah tersebut, sebagaimana
dikutip dari situs Functional Neurology.
Dari penjelasan di atas, dapat
dikatakan pengidap autisme memiliki cara berpikir dan mengolah informasi
yang unik. Pengidap autisme biasanya memiliki daya ingat yang sangat baik
dan jelas. Untuk urusan membaca keberadaan suatu pola, berhitung, dan menarik
kesimpulan logis biasanya mereka jauh lebih terampil dari orang-orang pada
umumnya.
Namun, korelasi antara autisme
dan kecerdasan belum terbukti pasti. Sejauh ini belum ada penelitian yang
memastikan bahwa pengidap autisme dipastikan cerdas. Hanya saja, ada beberapa
faktor yang menjadi alasan munculnya kecerdasan pada pengidap autisme.
1. Konsentrasi tinggi.
Pengidap autisme biasanya
mengalami kesulitan dengan multitasking atau melakukan beberapa hal
dalam satu waktu. Mereka sulit berkonsentrasi untuk banyak hal.
Kelebihannya, mereka akan
mencurahkan perhatian yang besar pada satu hal. Pengidap autisme biasanya cepat
menguasai materi baru yang dipelajarinya karena berfokus pada satu hal pada
satu waktu.
2. Daya ingat tajam.
Pengidap autisme memiliki daya
ingat yang sangat baik. Dipadu dengan konsentrasi tinggi pada satu hal, mereka
dengan mudah memasukkan informasi dan mengingat kembali informasi dari
memorinya. Contohnya, saat seorang anak dengan autisme melihat pelatih / mentor
mereka memainkan alat musik, lalu mereka bakal dengan mudah menirukannya.
3. Memperhatikan detail.
Kemampuan daya ingat yang baik
memungkinkan mereka mengingat detail dari sesuatu yang mereka lihat.
4. Mengandalkan logika.
Sebuah studi dari King's
College di Inggris menemukan bahwa mereka yang mengalami spektrum autisme
cenderung lebih mengandalkan logika daripada emosi saat mengambil keputusan.
Gen autisme dipertahankan selama masa evolusi agar
manusia makin cerdas, demikian disebutkan pemberitaan lainnya. Para ilmuwan berpendapat, gen
autisme mungkin dipertahankan selama masa evolusi, karena membuat keturunan
umat manusia semakin cerdas.
Dalam sebuah penelitian,
terbukti lebih banyak lagi varian genetika terkait autisme yang secara alami
diwariskan secara tidak terduga terseleksi secara kebetulan. Varian sama
berkaitan dengan ciri-ciri yang berhubungan dengan kinerja otak, seperti fungsi
molekular berhubungan dengan penciptaan neuron-neuron baru.
Dr. Renato Polimanti dari Yale
School of Medicine di Amerika Serikat, yang merupakan pemimpin penelitian ini
berkata, “Kami menemukan sinyal positif
kuat bahwa bersamaan dengan kelainan spektrum autisme, varian-varian ini
juga berhubungan dengan pencapaian intelektual.”
Di bawah hukum “seleksi alam”
yang diuraikan Charles Darwin, varian evolusi yang memiliki dampak negatif
terhadap kesuksesan proses reproduksi, dengan cepat dihilangkan dari sebuah
populasi karena dinilai tidak unggul sehingga tidak dapat bertahan hidup
ataupun untuk melangsungkan garis keturunan. Namun, varian yang memberikan
kesempatan lebih baik bertahan hidup cenderung tetap ada dari generasi ke
generasi, jika keunggulan-keunggulannya melebihi kelemahannya.
Profesor Joel Gelernter, salah
satu peneliti dari Yale University mengungkapkan, mungkin sulit untuk
membayangkan mengapa banyak varian gen yang bersamaan menimbulkan ciri-ciri
seperti kelainan spektrum autisme, masih dipertahankan dalam populasi manusia.
Lalu, mengapa varian itu tidak dihilangkan dalam proses evolusi? Itulah
pertanyaan yang hendak diungkap oleh para peneliti.
“Pemikirannya adalah selama evolusi, varian-varian ini yang memiliki
efek positif terhadap fungsi kognitif terseleksi dengan pengorbanan terjadi
peningkatan risiko kelainan spektrum autisme,” katanya, sebagaimana
dilansir dari Independent.
Penemuan ini sudah diterbitkan
oleh para ilmuwan di jurnal Public Library of Science Genetics. Mereka sudah
meneliti lebih dari 5.000 kasus kelainan spektrum autisme dan melakukan analisis
seleksi gen evolusioner.
Biasanya, autisme adalah sebuah
gangguan kompleks yang disebabkan oleh efek gabungan dari beberapa gen. Namun,
sebuah kelompok peneliti dari Universitas Washington sudah menemukan dalam
beberapa kasus, mutasi pada gen tunggal bisa menghasilkan berbagai macam
penyebab yang berhubungan dengan kondisi tersebut.
Temuan ini diharapkan dapat
menyederhanakan pekerjaan para ilmuwan yang mencoba memahami autisme dan
berpotensi untuk menciptakan pengobatan dan terapi terbaru.
Kelompok peneliti tersebut
bekerja dengan 531 anak dengan kondisi Neurofibromatosis tipe 1, yang
menyebabkan pertumbuhan tumor di seluruh saraf. Diproduksi oleh mutasi gen
tunggal, yang dikenal dengan NF1, kondisi ini juga dikaitkan dengan autisme.
Meskipun hingga saat ini, sudah terdapat sedikit bukti yang tepat dalam
kejadian ini.
Untuk mengonfirmasi hubungan
ini, para penulis penelitian menilai setiap anak untuk menghasilkan angka sifat
kuantitatif autisme (QAT) yang menunjukkan jumlah dan tingkat keparahan autisme
pada mereka.
Para peneliti mengungkapkan,
jumlah peserta dengan skor QAT lebih tinggi dari 75 persen memiliki 13 kali
lebih besar dari pada populasi biasanya. Ini menunjukkan bahwa mutasi pada gen
NF1 memang dapat menyebabkan autisme.
Hal terpenting, sifat dan
keparahan gejala sangat bervariasi antar semua pasien. Hal tersebut juga
menunjukkan bahwa gen tunggal ini mampu menghasilkan spektrum penuh sifat
autisme.
John Constatino, penulis
penelitian ini mengatakan bahwa hal unik dari penemuan ini adalah mutasi NF1
mengarahkan sebagian besar gejala autisme pada anak-anak dengan NF1. Artinya,
dengan mempelajari peran gen NF1, maka para peneliti saat ini sudah bisa
mengidentifikasi semua proses biologis yang terganggu pada autisme.
Meskipun autisme bisa
dipengaruhi oleh gen lain, tetapi jika berfokus pada NF1, maka dapat memberikan
kesempatan unik untuk merancang terapi baru dalam mengobati penyebab autisme.
Walaupun masih banyak hal yang perlu dipelajari secara lebih lanjut.
Terdapat rekomendasi medis yang
menyarankan seseorang melakukan tes DNA untuk mengetahui bakat awal sindrom
autisme. Menurut sebuah riset, rekomendasi itu tak sepenuhnya tepat. Sebuah
penelitian terbaru yang diterbitkan The Journal JAMA Psychiatry, The American
Academy of Pediatrics, The American College of Medical Genetics, dan The
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry menyebutkan, hanya 3 persen
gen pembawa autisme yang dapat diidentifikasi dari tes DNA.
"Lebih baik mengkombinasikan laporan kesehatan berkala dan melakukan
pemeriksaan fisik daripada hanya melakukan pemeriksaan DNA," ujar
Daniel Moreno De Luca, Asisten Professor of Psychiatry and Human Behavior di
Brown University yang melakukan penelitian ini secara langsung, seperti dikutip
dari Scoop, Rabu 16 Juni 2020.
Penelitian ini melibatkan 1.000
responden berusia 1 sampai 68 tahun dan dilakukan sepanjang 2013 hingga 2019.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 16 persen responden mengaku harus
melakukan tes DNA yang lebih bervariasi daripada sekadar mikro tes untuk gen X
yang diketahui sebagai pembawa gen autisme.
Dari 16 persen responden
tersebut, hanya 13 persen responden yang wajib melakukan tes lanjutan untuk
mengidentifikasi gen X dan 4,5 persen wajib melanjutkan pada tes penampang
mikro kromosom untuk memastikan memiliki gen autisme atau tidak.
Setelah mencermati hasil
diagnosa responden yang terdeteksi mengalami autisme, peneliti menemukan hanya
sebagian kecil orang yang melakukan kedua tes DNA pembawa kromosom X dan tes
penampang mikro kromosom.
"Dari sekian banyak rekomendasi tes genetik
yang diberikan kepada penyandang autisme yang saya tangani di klinik, tidak
memberikan pengaruh yang terlalu tinggi terhadap kondisi seseorang. Hanya
sekitar tiga persen yang memiliki pengaruh," ujar Daniel Moreno De
Luca.
Dalam penelitian juga
dipaparkan, bagaimana seseorang direkomendasikan untuk melakukan tes penampang
mikro kromosom sepanjang 2010 - 2014. Namun hasil yang didapat tidak sejalan
dengan berbagai tes yang disarankan tadi.
Mungkinkah, gen yang terkait
kecerdasan intelektual tinggi yang memberikan efek samping berupa gejala
“autis”, sehingga gen-gen kecerdasan tinggi yang paling bertanggung-jawab atas
gejala ini? Sehingga, “autis” hanya merupakan “efek sampingan” dari bekerjanya
gen terkait kecerdasan?
Daniel Moreno De Luca
menjelaskan, penelitian ini sejatinya ingin menyoroti tentang sesuatu yang
hilang atau terputus antara rekomendasi tes DNA dengan kondisi dan jumlah
penyandang autisme dewasa.
Secara terpisah, penelitian
lain memaparkan, ahli menemukan 1.000 gen baru yang berhubungan dengan
kecerdasan. Para ahli genetika Internasional berhasil mengidentifikasi lebih
dari 1.016 gen yang terkait dengan kecerdasan, hampir sebagian besar belum
diketahui dalam sains.
Persisnya, mereka menemukan 190
genomik lokus baru dan 939 gen baru yang berkaitan dengan kecerdasan. Dipimpin
ahli genetika statistik Danielle Posthuma dari Vrije Universiteit Amsterdam,
Belanda, tim ini melakukan studi asosiasi genome (GWAS) pada hampir 270.000
orang dari 14 kelompok keturunan Eropa.
Semua responden berpartisipasi
dalam tes neurokognitif untuk mengukur kecerdasan, kemudian peneliti
membandingkan nilai tes dengan variasi dalam DNA responden yang disebut
polimorfisme nukleotida tunggal (SNP). Dari sinilah ahli melihat gen mana yang
berhubungan erat dengan kecerdasan.
Dari sembilan juta lebih mutasi
yang terdeteksi dalam sampel, tim Posthuma mengidentifikasi 205 wilayah kode
DNA dan 1.016 gen spesifik (77 di antaranya telah ditemukan sebelumnya) yang
terkait dengan kecerdasan.
Dalam laporan yang terbit di
jurnal Nature Genetics, Senin (25/6/2018), gen terkait kecerdasan juga
berhubungan dengan kesehatan kognitif secara keseluruhan. Kesimpulan itu
ditemukan setelah ahli menganalisis korelasi negatif penyakit Alzheimer,
gangguan perhatian atau hiperaktif, gejala depresi, dan skizofrenia.
Namun, gen kecerdasan itu
juga berkorelasi dengan peningkatan gejala autisme dan umur panjang.
Artinya, orang yang memiliki dasar genetik kecerdasan tinggi mungkin akan hidup
lebih lama.
"Hasil kami menunjukkan tumpang-tindih dalam proses genetik yang
terlibat fungsi kognitif, sifat neurologis, dan psikiatri. Ini memberikan
bukti sugestif asosiasi penyebab yang dapat mendorong korelasi ini,"
tulis para peneliti dilansir Science Alert, Senin (25/6/2018).
"Hal ini penting untuk memahami dasar biologis fungsi kognitif, gangguan
neurologis, dan kejiwaan terkait," imbuh tim ahli. Temuan baru ini
sebenarnya menindak-lanjuti studi yang dilakukan Posthuma tahun lalu. Saat itu,
para peneliti hanya berhasil mengidentifikasi 40 gen baru terkait kecerdasaan,
sehingga hasil studi tahun ini menunjukkan peningkatan besar untuk membuka basis
genetika terkait kecerdasaan.
Meski butuh waktu untuk
meneliti implikasi sepenuhnya, tim mengatakan studi ini adalah petunjuk baru
dan hipotesis fungsional yang dapat diuji untuk mengungkap (korelasi) neurobiologi
dan neurotisme yang mungkin akan berguna di masa depan.
Hubungan Autisme dengan tingkat
kecerdasan anak - Autisme sering dianggap sebagai penyebab seorang anak tidak
dapat berkembang secara normal. Bahkan lebih parahnya, autisme kerap kita
jadikan “kambing hitam” penyebab terjadinya penghambatan tingkat kecerdasan
seorang anak.
Hal ini memang sering
diungkapkan oleh masyarakat awam. Padahal, seseorang dengan autisme bahkan
dapat memiliki kecerdasan mendekati orang jenius. Tidak ada hubungan tentang
autisme dan keterbelakangan mental.
Bila berbicara mengenai
hubungan autisme dengan tingkat kecerdasan anak, sebenarnya ada yang harus
diluruskan. Anggapan bahwa autisme menyebabkan tingkat kecerdasan anak menurun,
adalah mitos semata.
Memang, bertahun-tahun lalu
autisme dan keterbelakangan mental dipercaya sama atau linear ada dan
terjadinya. Namun berkat penelitian yang dilakukan oleh Meredyth Goldberg
Edelson dan Morton Ann Gernbacher, kita dapat mengetahui bahwa autisme
sebenarnya masih berkompetensi dalam hal intelektualitas.
Autisme sendiri tidak ada
hubungannya dengan mental sama sekali, melainkan merupakan ketidak-mampuan
tubuh untuk melakukan komunikasi baik secara verbal maupun tertulis. Anak
dengan autisme memang tidak mampu berkomunikasi secara normal, namun mereka
masih tetap dapat belajar dengan baik dan memahami suatu hal baru secara
efektif.
Kemampuan anak autisme untuk
belajar secara efektif sebenarnya telah menjadi bahan penelitian. Bahkan,
peneliti dari Ohio State University mencoba mencari hubungan antara autisme
dengan jenius. Hasilnya pun cukup menggembirakan, anak autis ternyata
memiliki kesamaan genetik dengan anak jenius.
Kesamaan genetik tersebut
terletak di kromoson 1. Bahkan, disebutkan, lebih dari separuh anak-anak
yang jenius memiliki hubungan kekerabatan dengan anak yang menderita autisme.
Anak jenius di penelitian ini tidak terbatas pada anak-anak yang memiliki
keunggulan akademis saja, melakinkan anak-anak yang memiliki kemampuan luar
biasa yang tidak dapat dilakukan oleh anak-anak lain seusia mereka yang menjadi
responden penelitian.
Para peneliti juga menemukan
bahwa anak autis ketika dibandingkan terhadap anak-anak jenius, memiliki
kemiripan dalam sudut pandang. Keduanya memandang sesuatu dengan detail
hingga mampu menguasainya dengan baik. Tak heran bila ada anak autis yang
mampu menguasai sesuatu yang disukainya hanya dengan waktu yang relatif
sebentar. Bahkan, beberapa anak autis diketahui ahli dalam satu hal tertentu
dibanding rata-rata anak pada umumnya.
Autisme justru meningkatkan kecerdasan. Ada juga penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dari University of Edinburg yang menemukan hubungan
(korelasi) menarik antara autisme dan tingkat kecerdasan anak. Mereka
menemukan bahwa anak yang memiliki risiko autis, besar memiliki keahlian
kognitif yang lebih bagus dibandingkan dengan anak non-autis.
Penelitian tersebut menemukan
bahwa orang dengan gen autis memiliki kemampuan kognitif yang luar biasa.
Otak mereka dapat memecah permasalahan matematika, mengevaluasi penempatan
ruang, serta mengembangkan solusi terhadap masalah yang cenderung berbeda
dibanding anak tanpa gen autis—keunggulan yang disebut terakhir itulah yang
paling menarik.
Anak autis tidak dapat
dipandang sebelah mata. Mereka, anak-anak dengan sindrom “autis”, memiliki
potensi luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang non-autis. Bahkan, mereka
dapat berkembang lebih cerdas dari mereka.
Ilmuwan klaim telah memukan gen
penentu kecerdasan. Dari hasil penelitian menunjukkan, kalau 75 persen dari IQ
seseorang ditentukan oleh faktor genetik, dan sisanya dari... Apakah itu?
Gen yang bertanggung jawab
menentukan kecerdasan telah ditemukan. Sebagian ilmuwan percaya, kalau gen ini
bisa dimanipulasi untuk meningkatkan kekuatan otak.
Para peneliti sudah lama
percaya bahwa kecerdasan seseorang potensial sifatnya untuk diwariskan pada
keturunan selanjutnya. Dari hasil penelitian menunjukkan, kalau 75 persen
dari IQ seseorang ditentukan oleh faktor genetik, dan sisanya oleh faktor
lingkungan seperti pendidikan dan pergaulan seseorang. Artinya, betapa
besar peran genetik, sekalipun tidak mutlak, karena masih menyisakan ruang 25% dari
faktor lingkungan dan pola pengasuhan.
Namun hingga saat ini, belum
seorang pun mampu menunjukkan secara persis gen mana yang bertanggung jawab
atas ingatan, konsentrasi, kecepatan pemrosesan atau kemampuan penalaran
seseorang.
Kendati demikian, seperti
dikutip dari Telegraph, Kamis (7/1/2016), Imperial College London telah
menemukan dua jaringan gen yang dianggap menentukan apakah seseorang akan jadi
cerdas atau tidak. Mereka menganalogikan jaringan gen ini seperti tim
sepakbola.
Kurang lebih seperti inilah penjelasannya
: saat semua pemain dipasang di posisi yang tepat, otak terlihat berfungsi
secara optimal hingga mengakibatkan kejernihan pikiran dan apa yang dianggap
sebagai ketangkasan berpikir atau kepintaran. Akan tetapi, jika gen ini
bermutasi atau terurut secara salah, yang terjadi bisa jadi ketumpulan
berpikir, bahkan gangguan kognitif serius.
Para ilmuwan yakin kalau ada
'saklar utama' yang mengatur keseluruhan jaringan tersebut. Jika bisa
menemukannya, mereka percaya sanggup ‘menghidupkan’ kecerdasan semua orang. Bukan
suatu kemustahilan, bagai kisah dalam “sains fiction”, kecerdasan setiap anak
dapat dibangkitkan lewat mutasi genetik, ketika “saklar utama” tersebut
berhasil ditemukan dan dipetakan oleh peneliti.
"Kita tahu kalau faktor genetis punya peran penting dalam hal
kecerdasanan, namun sampai sekarang belum diketahui gen mana yang berhubungan
(dengan hal tersebut)," ungkap Dr. Michael Johnson, pemimpin penelitian
tersebut dari Fakultas Kedokteran Imperial College. "Penelitian ini menyoroti beberapa gen yang terlibat dalam kecerdasan
manusia, dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain."
"Yang menarik, gen yang kami temukan kemungkinan memiliki pengaturan
umum, yang berarti kita dapat memanipulasi keseluruhan rangkaian gen yang
aktivitasnya berhubungan dengan kecerdasan manusia. Penelitian kami menunjukkan
kalau mungkin saja bekerja pada gen-gen ini, untuk memodifikasi kecerdasan.
Namun itu baru sekedar kemungkinan teoritis saat ini -- kami baru memulai saja
langkah pertama di jalan itu," imbuh Dr. Johnson.
Dalam penelitian yang
dipublikasikan dalam jurnal Natural Neuroscience, tim peneliti mememeriksa
sampel otak manusia dari pasien yang menjalani bedah saraf karena penyakit
epilepsi. Mereka menganalisis ribuan gen dalam otak manusia, kemudian
menggabungkan hasilnya dengan informasi genetis dari orang sehat yang telah
menjalani tes IQ, serta dari orang dengan gangguan saraf -- seperti gangguan spektrum
autisme dan cacat intelektual.
Para peneliti melakukan
berbagai analisis komputasi dan perbandingan untuk mengindentifikasi jaringan
gen yang mempengaruhi kemampuan kognitif orang yang sehat. Mereka menemukan
kalau gen yang mempengaruhi kecerdasan seseorang yang sehat juga adalah gen
yang sama yang menyebabkan gangguan kemampuan kognitif dan epilepsi saat
bermutasi -– jaringan yang mereka sebut M1 dan M3.
"Sifat kecerdasan tersebut diatur oleh kelompok besar gen yang bekerja
sama – seperti tim sepakbola yang terdiri dari pemain di posisi berbeda,"
dijelaskan lagi oleh Dr. Johnson.
"Kami menggunakan analisis komputer untuk mengidentifikasi gen di otak
manusia yang bekerjasama untuk mempengaruhi kemampuan kognitif kita untuk
membuat ingatan baru atau keputusan yang masuk akal, saat dihadapkan pada
informasi kompleks yang sangat banyak."
Apa yang disebut “bodoh” atau
sebagai “cerdas”, tampaknya dimasa mendatang perlu didefinisikan ulang, karena
bisa jadi keduanya merupakan dua sisi pada satu keping yang sama. Keduanya sama-sama
bersifat potensi atau potensial, sumber dayanya ada di masing-masing kepala
kita.
Kami menemukan bahwa beberapa gen ini tumpang-tindih
dengan gen yang menyebabkan serangan epilepsi pada anak-anak atau gangguan
kecerdasan.
Penelitian ini menunjukkan bagaimana kita bisa menggunakan dataset genom besar
untuk mengungkap jalur baru pada fungsi kerja otak manusia saat sakit maupun
sehat.
Pada akhirnya, kami berharap
kalau analisis semacam ini dapat memberi petunjuk baru untuk penanganan yang
lebih baik bagi penyakit perkembangan saraf seperti epilepsi, serta memperbaiki
atau mengobati gangguan kognitif yang berhubungan dengan penyakit merusak ini.
Sebelumnya di tahun ini, tim
dari King’s College London menemukan bahwa hingga 65 persen perbedaan nilai
murid-murid GCSE adalah akibat faktor genetik, setelah menganalisis data
dari 12.500 anak kembar. Dengan kata lain, faktor non-genetik ialah sekitar 35%
terkait tingkat kecerdasan yang tinggi dari seseorang.
Tim ini menemukan kalau semua hasil
ujian anak sangat ditentukan oleh faktor genetis yang diwariskan, dengan
proporsi antara 54 hingga 65 persen. Sebelumnya, kecerdasan dianggap
ditentukan oleh bentuk korteks serebral, bagian terluar dari otak manusia yang
juga dikenal sebagai ‘grey matter.’ Hal itu berperan utama dalam hal ingatan,
kesadaran persepsi, pemikiran dan bahasa.
Sebaliknya faktor lingkungan
seperti halnya lingkungan sekolah dan rumah berkontribusi cuma sekitar 14
hingga 21 persen. Sisanya ditentukan oleh pengaruh eksternal seseorang seperti
penyakit yang diderita, ataupun pergaulan. Ternyata, faktor bobot-bibit-bebet
memang menentukan kualitas suatu keturunan, sebagai perpaduan kualitas orangtua
sang anak.
Sang penulis laporan, Professor
Robert Plomin, percaya kalau anak-anak mesti disaring secara genetik saat
berusia 4 tahun sehingga kurikulum pendidikan bisa dibuat khusus sesuai
kebutuhan mereka, itulah yang paling menarik dari hasil riset ini.
"Pemahaman akan faktor genetik spesifik dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi keragaman seseorang dalam pencapaian pendidikan -- dan interaksi
yang kompleks antar faktor ini -- dapat menolong para pendidik untuk mengembangkan
program pembelajaran pribadi yang efektif, untuk membantu setiap anak
mencapai potensi mereka di akhir masa wajib belajarnya," jelas Prof.
Plomin.
Akan tetapi, pakar genetika
lainnya telah memperingatkan kalau dianugerahi jaringan gen cerdas tak lantas
menjamin kesuksesan, sehingga tidaklah demikian linear dan deterministik—namun
selalu terbuka ruang “pilihan bebas” masing-masing individu untuk memilih dan
menentukan nasibnya sendiri.
"Genetika adalah ilmu pewarisan, bukan takdir, dan tak ada pengganti
kerja keras dan ketekunan," demikian yang menjadi pendirian Profesor
Genetika di University of Kent, Darren Griffin.
Apapun itu, KWANG menyebut orang-orang
yang tidak menyakiti ataupun merugikan orang lain untuk mencari nafkah, adalah orang-orang
hebat dan cerdas. Sebaliknya, memiliki kepandaian namun digunakan untuk menipu,
itulah kebodohan yang paling bodoh yang dapat dilakukan oleh seorang manusia
dewasa.
Karena KWANG akan selalu
menjadi sahabat terbaik Sobat! 😊😇
SUMBER RUJUKAN :
https:// sains.kompas .com/read/2018/06/26/180300023/ahli-temukan-1.000-gen-baru-yang-berhubungan-dengan-kecerdasan
https:// difabel.tempo .co/read/1356260/riset-tes-dna-hanya-mendeteksi-3-persen-sindrom-autisme
https:// www. labana .id/view/gen-autisme-dipertahankan-selama-masa-evolusi-agar-manusia-makin-cerdas/2017/03/22/?fullview
https:// www. cnnindonesia .com/gaya-hidup/20181211134221-255-352747/alasan-kecerdasan-di-balik-penderita-autisme
https:// livewell .id/article-detail/autisme-pada-anak
https:// www. liputan6 .com/global/read/2406572/gen-ini-menentukan-kecerdasan-seseorang
0 comments
Ikuti juga sosial media kami pada business.facebook, dengan akun : "Expat 2 Local Thai" / @guideriana
Rincian layanan JasTip (Jasa Titip) produk Thailand, dapat dilihat pada menu "Jasa Pencarian, Jasa Titip, dan Pengiriman Produk Thailand ke Indonesia".
Rincian layanan Private Tour Guide di Bangkok-Thailand, dapat dilihat pada menu "Private Tour Guide Riana".
NOTE REDAKSI : Seluruh info kontak dalam website ini diperuntukkan khusus untuk tujuan pemesanan dan bagi pengguna jasa layanan yang kami tawarkan dalam website ini. Menghubungi kami diluar peruntukan tersebut, dimaknai sebagai menyalah-gunakan nomor / email kontak kerja profesi kami, tidak akan ditanggapi.
Mohon kesediaan menunggu sejenak bila belum ada tanggapan secara segera, karena faktor kesibukan atau karena lain sebab. Pemesanan akan kami respons sesegera yang kami mampu.
Konsumen / pengguna jasa dapat melakukan pemesanan pada nomor kontak / email yang tercantum dalam menu "HUBUNGI KAMI" atau pada rincian "contact person" di atas, bukan pada kolom komentar pada posting website.
Kami tunggu pesanan teman-teman sekalian dimana pun berada, akan kami kirimkan pesanan Anda dengan hati yang penuh kehangatan untuk Anda atau untuk buah hati dan keluarga yang Anda kasihi.
Salam hangat dari Bangkok, Thailand.
ttd
GUIDE RIANA & REMEMBERTHAI TEAM